TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, mengatakan teror dengan modus menaruh racun di makanan pernah dilakukan pada 2011 oleh kelompok teroris Abu Umar kepada polisi. “Sayang sebelum teroris itu beraksi, sudah ditangkap polisi dahulu,” kata Taufik Andrie saat dihubungi Tempo Minggu 14 Februari 2016.
Taufik mengatakan saat itu teroris melarutkan zat berbahaya cair untuk dicampurkan ke dalam makanan.
Menurut Taufik, teror dengan menggunakan racun di makanan bukan hal yang baru. Cara teroris beraksi itu disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Beberapa faktor seperti seperti sumber daya manusia kelompoknya, dan keahlian yang dimiliki dan kondisi target teror.
Beberapa kelompok memiliki banyak ahli di bidang merakit bom, atau beraksi dengan senjata. Ada pula kelompok yang spesifikasinya dalam hal racun dan kimia. “Teror dengan racun pada makanan biasanya memiliki resiko ketahuan paling kecil,” katanya.
Taufik mencontohkan dengan cara memberi racun, para teroris hanya perlu mencampurkan zat racun lalu pergi. Hal itu berbeda dengan serangan dengan senjata api yang akhirnya diselesaikan dengan duel.
Taufik juga mengatakan, polisi sejak 5 tahun terakhir menjadi target operasi para teroris karena dianggap bersalah telah menangkap beberapa anggota kelompok mereka. "Teroris ingin balas dendam karena selama ini penegak hukum sudah menangkap para anggotanya," kata Taufik.
Sebelumnya,Kepala Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Brigadir Jenderal Erwin Triwanto meminta polisi meningkatkan kewaspadaaan terhadap serangan teror melalui makanan walau di DIY belum terdeteksi serangan teroris. Menurutnya, kewaspadaan itu diminta karena polisi diduga adalah target teroris dengan modus zat beracun yang dicampur melalui makanan yang inspirasi kasus pembunuhan di Café Olivier Jakarta.
MITRA TARIGAN