TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara senior Maqdir Ismail mengatakan perlunya Undang-Undang KPK direvisi karena kedudukan KPK sebagai lembaga adhoc saat ini tidak ada yang mengontrol.
"Inilah yang harus kita letakkan di sistem tata negara kita. Justru revisi ini kan untuk penguatan KPK. Coba lihat dimana mereka menjalankan kewajiban mereka, ini kan tanpa kontrol dari lembaga apapun," kata Maqdir dalam acara diskusi Perspektif Ada Apa Lagi KPK?, Sabtu 13 Februari 2016 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut Maqdir lembaga kontrol seperti dibentuknya dewan pengawas akan membuat kinerja KPK lebih teratur terkait dengan penyadapan. "Kalau selama ini kan ada laporan langsung sadap. Padahal banyak yang sudah disadap tapi tidak terbukti. Kalau ada dewan pengawas, mendapat ijin penyadapan, lebih efektif. Ini bisa dikaji. Jangan langsung bilang tidak setuju tanpa ada penjelasan," katanya.
Baca:Pemilihan Ketua Umum Golkar Diusulkan Via Voting Terbuka
Selain itu Maqdir juga memandang perlu untuk diterbitkan poin revisi mengenai penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3. Seperti contohnya pada perkara korupsi Bambang W. Soeharto yang pada Desember lalu dihadirkan di ruang persidangan dengan keadaan tak bisa bergerak dan bernafas menggunakan alat bantu pernapasan.
"Seperti perkara Bambang Soeharto, karena tidak aturan tentang ini, maka mereka menjadi tersangka seumur hidup. Karena ini harus diatur," Maqdir berujar.
Namun kata Maqdir, selain melakukan revisi terhadap Undang-Undang KPK, juga harus dibarengi dengan membenahi undang-undang hukum yang lain seperti KUHAP dan KUHP untuk memperkuat semua lembaga hukum negara. "Saya kira perubahan atau amandemen terhadap UU KPK mestinya tidak sendiri tapi harus dikaitkan dengan Undang-Undang KUHAP, KUHP, kemudian UU Keuangan Negara, Perseroan. Mestinya kita coba benahi, kita tata ulang secara bersama."
DESTRIANITA K.