TEMPO.CO, Pangkalpinang - Maraknya aktivitas tambang timah ilegal yang dilakukan secara sporadis, ditambah belum dipenuhinya kewajiban para pengusaha tambang untuk melakukan reklamasi lingkungan Pasca tambang, dinilai menjadi penyebab utama terjadinya banjir besar yang melanda hampir separuh Pulau Bangka dalam kurun waktu empat hari terakhir.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Bangka Belitung Ferry Ariyanto mengatakan selain pertambangan, kerusakan lingkungan di Bangka Belitung juga disebabkan banyak faktor, seperti pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, serta adanya pembangunan yang dilakukan masyarakat secara langsung maupun perusahaan, di daerah resapan air.
"Kegiatan tersebut telah memicu pendangkalan dan penyempitan daerah-daerah yang menjadi tempat penampungan air. Apalagi pertambangan yang dilakukan di sepanjang sungai yang semakin mempercepat proses sedimentasi," ujar Ferry kepada Tempo, Kamis, 11 Februari 2016.
Menurut Ferry, perusahaan yang masih melaksanakan kegiatan operasionalnya mempunyai kewajiban untuk melakukan reklamasi lingkungan. Reklamasi merupakan tanggung jawab lingkungan dari perusahaan atas aktivitas tambang yang dilakukan.
"Kami sudah mendesak perusahaan tambang itu untuk melakukan reklamasi. Agar tidak terjadi banjir ke depan, reklamasi harus dilakukan cepat dan tidak ditunggu-tunggu supaya realisasi perbaikan lingkungan dapat tercapai," ujar dia.
Ferry menambahkan para pengusaha dan masyarakat yang berada di luar sektor pertambangan juga harus berperan dengan melihat dan mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan ketika akan membangun suatu bangunan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPD) Bangka Belitung Najamudin mengatakan aktivitas tambang timah ilegal di sepanjang sungai telah membuat alur sungai menyempit. Bahkan sebagian lagi susah tertutup.
"Tidak dapat dipungkiri aktivitas pertambangan terutama yang ilegal menjadi penyebab utama terjadinya banjir. Alur sungai yang menyempit dan tertutup tidak mampu menahan derasnya air hingga meluap ke lokasi pemukiman dan merusak banyak infrastruktur," ujar Najamudin.
Najamudin mengatakan banyaknya lingkungan yang rusak, ditambah dengan curah hujan tinggi yang terjadi dua hari dua malam disertai gelombang pasang air laut, membuat banjir besar tak dapat dihindari.
"Sejumlah akses jalan dan jembatan terputus. Proses evakuasi dan penyelamatan masyarakat pun terlambat karena kita sulit masuk. Namun semua upaya tetap kami kerahkan membantu masyarakat," ujar dia.
Hingga Kamis pagi, menurut Najamudin, ketinggian air sudah menurun. Namun di beberapa titik ketinggian air masih tinggi. Masih sedikit warga yang sudah kembali ke rumah, masih pada bertahan di posko pengungsian," ujar dia.
SERVIO MARANDA