TEMPO.CO, Malang - Tragedi pesawat latih tempur Super Tucano menyisakan cerita duka. Di antaranya adalah keinginan Erma Wahyuningtyas, satu korban tewas karena tertimpa pesawat itu, untuk menjalankan ibadah haji yang langsung pupus.
Keinginan untuk berhaji itu diungkap anak Erma, Farizky Jati Ananto. Erma disebutkannya menyimpan rencana pergi ke Tanah Suci mengajak serta ibunya atau nenek Farizky. “Keinginan itu belum terwujud,” katanya, Kamis 11 Februari 2015.
Berbeda dengan sang ayah, Mujianto, Farizky tampak lebih tegar menghadapi tragedi itu. Dia menceritakan kalau sang ibu dikenalnya sebagai pekerja keras untuk membantu perekonomian keluarga. Caranya dengan bekerja sebagai penata rias. Sedang Mujianto bekerja sebagai staf PMI Kota Malang.
“Tiga hari sebelum kejadian, saya bermimpi bertemu dengan ibu yang berpesan agar ikhlas jika ditinggal,” kata pemuda yang saat ini menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Muhamadiyah Malang itu. “Waktu itu saya anggap biasa," ujarnya menambahkan.
Saat Super Tucano menghunjam rumahnya pada Rabu 10 Februari 2016, Erma dikabarkan tengah mencuci. Pesawat itu sendiri terbenam di antara reruntuhan rumah dua lantai milik pasangan Mujianto-Erma hingga menyisakan ekornya yang terlihat.
Selain Erma, korban tewas lainnya adalah Nurkolis, penghuni kos di rumah Mujianto. Adapun Mujianto berhasil menyelamatkan diri. Dua korban tewas lainnya adalah pilot dan juru mesin pesawat.
EKO WIDIANTO