TEMPO.CO, Semarang - Komunitas Perokok Bijak Nasional mencela keputusan kepolisian karena tidak menahan dosen Universitas Diponegoro Semarang yang diduga menggunakan narkotika jenis sabu-sabu.
Keputusan lunak itu dinilai kontras dengan peraturan daerah kawasan merokok di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang memberi sanksi hukuman kurungan bagi perokok. “Ini akan menjadi preseden buruk, dan indikasi melegalkan narkoba yang jelas barang terlarang dan melarang rokok yang jelas barang legal,” kata juru bicara Komunitas Perokok Bijak Nasional, Ika Medika, hari ini, Rabu, 10 Februari 2016.
Menurut Ika, kelompoknya akan memantau perkembangan kasus dosen pengguna narkoba itu. Komunitas yang mengadvokasi hak-hak perokok itu segera berkirim surat ke rektorat Undip mendesak agar dosen pengguna sabu segera dipecat. “Perokok Bijak akan meminta BNN bekerja sama dengan Rektorat Undip untuk melakukan tes narkoba pada semua dosen Undip,” ujar Ika.
Dia menilai, jika dosen Fakultas Hukum Undip itu tidak dipecat meski terbukti memakai narkoba, bisa diindikasikan kampus itu mendukung penggunaan narkoba. “Undip menetapkan sebagai kampus tanpa rokok, ternyata punya dosen pakai narkoba dan tidak dipecat,” katanya.
Dosen Fakultas Hukum Undip berinisial YPA tertangkap saat mengkonsumsi sabu-sabu pada Jumat, 5 Februari 2016. Direktorat narkoba kepolisian Daerah Jawa Tengah telah menetapkan YPA sebagai tersangka penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Liliek Darmanto menyatakan sengaja tak menahan Yuli karena hanya sebagai pengguna. "Barang buktinya satu gram sabu. Sesuai dengan aturannya, pemakai itu direhabilitasi sehingga tidak ditahan," kata Liliek.
Selain Yuli, terdapat dua tersangka lain yang hanya diwajibkan laporan setiap hari Senin dan Kamis selama proses hukum berlangsung. “Meski tidak ditahan, proses kasusnya tetap berjalan," katanya.
EDI FAISOL