TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Ilmu Politik dari Northwestern Unversity, Chicago, Amerika Serikat, Jeffrey A Winters, mengaku masih menemukan plagiarisme dalam penulisan esai akademik mahasiswa Indonesia.
"Plagiarisme itu bisa membuat mereka langsung didiskualifikasi dari daftar penerima beasiswa," kata Winters, yang juga Ketua Dewan Pengawas Indonesian Scholarship and Research Support (ISRSF), sebuah lembaga yang mendukung mahasiswa Indonesia mengejar studi doktoral di Amerika Serikat, Selasa 9 Februari 2016.
Baca Juga:
Menurut Winters, dia memiliki aplikasi yang bisa mendeteksi plagiarisme dalam karya tulis mahasiswanya hanya dalam 2 menit.
Indikasi plagiarisme ini kerap muncul dalam seleksi lomba menulis akademik 2015 yang diselenggarakan ISRSF di Indonesia. "Sekitar seperempat dari esai yang masuk melakukan plagiarisme dalam jumlah banyak," kata Winters lagi.
Lebih lanjut, Winters menjelaskan bahwa plagiarisme itu bisa dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Plagiarisme sengaja dilakukan jika penulis langsung mencontek tulisan orang dan sengaja tidak menuliskan catatan kaki asal tulisan itu.
Sedangkan plagiarisme yang dilakukan secara tidak sengaja terjadi ketika seseorang menulis ide orang lain, namun cara mereferensikannya kepada pemilik ide, kurang tepat.
Dalam temuannya, Winters menegaskan, jumlah konten plagiarisme dalam esai mahasiswa Indonesia berbeda-beda. Ada yang plagiarisme hanya 4 persen, ada pula yang 50 persen. "Sayangnya ada pula yang plagiat esai mereka sampai 99 persen," katanya.
Winters menyesalkan masih adanya plagiarisme ini. Menurutnya, kemampuan menulis esai yang baik adalah parameter penting yang selalu dipakai oleh perguruan tinggi ternama dan lembaga pemberi beasiswa di luar negeri untuk mengukur kualitas calon mahasiswa. Sayangnya, kemampuan tersebut umumnya masih menjadi kelemahan bagi mahasiswa calon penerima beasiswa dari Indonesia.
Menurut Winters, biasanya para penyelenggara beasiswa langsung mendiskualifikasikan calon peserta beasiswa tanpa memberikan informasi bila ketahuan melakukan plagiarisme. Bahkan sistem gugur langsung itu dilakukan sebelum esai akademik itu diserahkan untuk dinilai juri. Plagiarisme, dengan mencontek data orang, dalam esai akademik yang bukan untuk mencari beasiswa pun akan fatal bila diketahui 10-20 tahun kemudian. "Maka jangan coba-coba lakukan plagiarisme dalam esai akademik," katanya.
Juri kompetisi Esai Akademik ISRSF, Dewi Cahyaningrum, membenarkan temuan Winters. Menurutnya, salah satu alasan beberapa mahasiswa melakukan plagiarisme adalah karena tidak terbiasa membaca. Ia menilai budaya baca masyarakat Indonesia rendah. Siswa Indonesia, kata Dewi, terbiasa dimanjakan dengan menonton televisi dibanding membaca.
Menurut Dewi, menulis adalah buah pikir yang didapat seseorang dari membaca. Tanpa terbiasa membaca, penulis akan kekurangan kosakata atau susah menyampaikan buah pikirnya . "Karena kesulitan, akhirnya mereka mencontek," kata peneliti dari Jurnal Perempuan ini.
MITRA TARIGAN