TEMPO.CO, Yogyakarta - Mencuatnya lagi kasus minuman keras oplosan yang menelan puluhan korban jiwa di Sleman, disikapi polisi Gunungkidul, dengan merazia sejumlah warung dan penginapan-penginapan liar di seputaran objek wisata, Sabtu-Minggu 6-7 Februari.
Sasarannya meliputi, sejumlah wilayah ibukota Wonosari, perbatasan Bantul yakni Kecamatan Saptosari dan Purwosari, serta Panggang. "Untuk minuman beralkohol kami sita sepuluh botol. Kebanyakan anggur dari sejumlah warung. Kami belum menemukan yang berbentuk oplosan seperti di Sleman," kata juru bicara Kepolisian Gunungkidul, Inspektur Satu Ngadino, kepada Tempo, Senin (8/2).
Razia minuman beralkohol ini menyasar objek wisata pantai-pantai sepi. Seperti Girijati di Kecamatan Purwosari. Bukan pantai ramai seperti Baron atau pun Indrayanti. Menurut Ngadino, selain merazia minuman beralkohol, polisi juga menggerebeg setidaknya 12 pasangan diduga selingkuh atau bukan berstatus suami istri. "Satu orang yang kami data masih di bawah umur," ujarnya.
Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, memprediksi paska minuman beralkohol golongan A dilarang pemerintah dijual di minimarket April 2015 lalu, dia mencium adanya tren penjualan dalam bentuk mobile. "Sekarang modusnya miras dibawa dengan motor atau mobil. Didrop di satu titik jalan, lalu transaksi dengan konsumen lewat handphone. Ini yang senantiasa kami awasi lebih ketat," kata Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Udiyono, kepada Tempo.
Kepala Seksi Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Bayu Laksmono, mengatakan operasi miras biasanya mengacu Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1953, tentang Penjualan Miras tidak berijin serta aturan di tingkat provinsi. PRIBADI WICAKSONO