TEMPO.CO, Yogyakarta - Para penegak minuman keras oplosan di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali bertumbangan. Sebanyak 26 orang tewas akibat menegak minuman keras oplosan di Yogyakarta. "Ada 22 orang yang minum oplosan dari satu tersangka pengoplos dan penjual, 4 lainnya dari tersangka lain," kata Ajun Komisaris Sepuh Siregar, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sleman, Senin, 8 Februari 2016.
Dua orang yang mengoplos dan menjual minuman itu sudah menjadi tersangka yaitu Sasongko dan istrinya. Keduanya ditangkap setelah polisi memperoleh keterangan dari korban tidak tewas.
Kebanyakan peminum oplosan yang menjadi korban adalah mahasiswa yang berasal dari luar Yogyakarta. Mereka berpesta minuman keras oplosan selama dua hari berturut-turut, Selasa-Rabu 2-3 Februari 2016, dan mulai bertumbangan pada Kamis 4 Februari 2016 dan dirawat di sejumlah rumah sakit.
Tersangka Sasongko mengaku sudah lebih satu tahun menjual minuman oplosan. Tapi, katanya, baru kali ini terjadi banyak peminum yang tewas. Menurut Sasongko, minuman yang dia buat terdiri dari etanol 96 persen. Etanol itu dicampur dengan air mineral, citrun sebagai pemanis dan minuman perasa buah.
Ukurannya, etanol 50 persen, air mineral 50 persen. Untuk pemanisnya diberi citrun dan perasanya dari minuman yang ada rasa buahnya. Satu botol minuman oplosan dijual Rp 15 ribu untuk jenis arak dan Rp 25 ribu jenis vodka.
Para peminum oplosan itu mengadakan pesta di asrama mahasiswa di kawasan Kusumanegara, asrama mahasiswa di Gondokusuman dan beberapa di rumah kos. Usai minum minuman setan itu mata jadi kabur, perut mual dan muntah-muntah bahkan tak sadarkan diri.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Yogyakarta Komisaris Heru Muslimin menyatakan, sudah lama polisi selalu merazia penjual minuman oplosan. Namun masih saja ada yang nekat untuk menjual. "Sejak lama kita merazia terus, tapi ada yang masih nekat," kata dia.
MUH SYAIFULLAH