TEMPO.CO, Surabaya - Panitia G Nite Party, acara yang dibatalkan setelah diancam dibubarkan oleh Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya pada Minggu malam, 7 Februari 2016, membantah itu pesta khusus kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Menurut dia, kata party atau pesta disematkan hanya untuk membuat kemasan terlihat menarik. "Bukan, itu acara untuk umum, siapa pun boleh ikut. Sebenarnya itu acara edukasi dan sosialisasi bahaya HIV/AIDS," kata perwakilan King Entertainment sebagai penyelenggara G Nite Party, Dodik Indrianto, saat dihubungi, Ahad malam, 7 Februari 2016.
Dodik menjelaskan, acara tersebut mengambil konsep pesta agar menarik lebih banyak peserta. Menurut dia, sebelumnya sudah pernah diselenggarakan tapi berupa gathering, jadi yang datang tidak banyak. "Kali ini kami bikin biar suasananya tidak membosankan," ujarnya.
Sebagai bukti, Dodik menambahkan, panitia turut mengundang Dinas Kesehatan Surabaya, Dinas Sosial Surabaya, Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Surabaya, dan tiga puskesmas di Surabaya. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan serupa digelar pula di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bogor.
“Tujuannya agar semua lebih berani memeriksakan diri, agar semuanya aware dengan diri sendiri,” tuturnya mengutip kata “berani” seperti yang dicantumkan dalam undangan yang disebar.
Baca: Menteri Nasir: Organisasi LGBT Tidak Dilarang di Kampus
Karena acara batal, manajemen King Entertainment menyebarkan informasi kepada para calon peserta. Dalam pesan berantai itu disebutkan bahwa acara yang sedianya diadakan pada Minggu, 7 Februari 2016, pukul 23.00 itu resmi ditunda sampai waktu yang disepakati.
Pendiri komunitas GAYa Nusantara, Dede Oetomo, menyayangkan batalnya acara G Nite Party tersebut. Dia sejatinya terlibat dalam acara itu. “Kampanye tes HIV biasa, program Kementerian Kesehatan. Sudah lama diadakan di Surabaya, di Jakarta juga,” ucapnya.
Dede menerangkan, kampanye dalam bentuk pesta diberikan karena model seperti itu yang sesuai bagi kalangan LGBT. Sebaliknya, kalau diajak ke klinik akan dianggap membosankan dan menakutkan. "Di Bangkok pun kampanyenya dibikin berbentuk pesta,” kata Dede.
Kampanye tentang pentingnya tes HIV/AIDS ini juga menyasar masyarakat umum. “Kalau mau datang ikut tes, silakan,” ujar Dede. Apalagi kampanye ini merupakan program dari Kementerian Kesehatan. Untuk itu, ia berharap, ke depan, acara serupa tak perlu mendapat tentangan dan ancaman dari aparat kepolisian.
ARTIKA RACHMI FARMITA