TEMPO.CO, Boyolali - Sudah genap sepekan ditampung di Asrama Haji Donohudan Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, sebanyak 700 orang pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menunggu nasib. Mereka dijandjikan dipulangkan ke daerah asalnya, tapi sampai hari ini belum ada kepastian.
“Janji pemerintah dulu kami cuma lima hari di sini. Tapi sampai sekarang belum ada kepastian kapan kami akan dipulangkan,” kata Zainudin, 40 tahun, pengikut Gafatar asal Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Rabu, 3 Februari 2016.
Data di Posko Terpadu Asrama Haji Donohudan, masih 730 pengikut Gafatar yang menunggu janji pemerintah. Dari jumlah itu, 267 di antaranya asal Kalimantan Barat, 166 orang dari Lampung, dan 126 orang dari Sumatera Utara.
Sekitar 88 pengikut Gafatar lainnya dari berbagai daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Riau, Aceh, Jambi, dan Bengkulu.
Staf Biro Humas Sekretariat Daerah Jawa Tengah, Manto Bawor, mengatakan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Jawa Tengah sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah yang warganya kini di Asrama Haji Donohudan Boyolali.
“Informasi yang kami terima, sejumlah pemerintah daerah sudah menyanggupi akan menjemput,” kata Manto kepada Tempo. Namun, Wanto belum tahu kapan tim dari masing-masing pemerintah itu tiba.
Sejumlah pengikut Gafatar silih berganti menanyakan kepastian penjemputan. “Kami dengar kabar kalau Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan menjemput kami pada Ahad, 7 Februari. Maka itu kami tanya apakah benar,” kata Sutrisno, 41 tahun, pengikut Gafatar asal Kota Medan.
Sutrisno beserta istri dan dua anaknya termasuk dalam rombongan 1.281 pengikut Gafatar yang diangkut dari Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menggunakan kapal Dharma Fery. Rombongan tiba di Asrama Haji Donohudan pada Rabu malam pekan lalu.
“Tiap hari, kedua anak saya terus merengek minta pulang. Tapi saya sendiri juga bingung mau pulang ke mana,” kata Sutrisno. Meski sejatinya ingin kembali menggarap lahan pertanian di Ketapang, Sutrisno tidak keberatan jika pemerintah akan memulangkannya ke Medan.
DINDA LEO LISTY