TEMPO.CO, Surabaya – Lembaga Penyakit Tropis atau Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga menyatakan siap membantu diagnosa terhadap pasien yang kemungkinan terjangkit virus Zika. Kepala ITD Unair, Profesor Maria Inge Lusida mengungkapkan, laboratorium yang dimiliki lembaganya mampu mendeteksi virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti itu.
“Untuk mengkonfirmasi apa ada virus Zika atau tidak, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Kami bisa mengerjakan itu,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 3 Februari 2016. (Baca juga: Kementerian Kesehatan : Indonesia Waspada Virus Zika)
Meskipun ia mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya belum diminta kerja sama oleh Kementerian Kesehatan Namun Inge memastikan, ITD Unair tak akan menolak apabila masyarakat meminta secara mandiri. “Kalau secara personal ada yang mengirim sampel, ya kami siap.”
Di Indonesia, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah menemukan virus ini di Indonesia pada 2015. Dari 200 sampel yang gejalanya mirip demam berdarah, terdapat satu yang positif terjangkit virus Zika di Jambi. Menurut Deputi Direktur Eijkman Herawati Sudoyo, virus ini ditemukan pada sampel darah pasien lelaki berusia 27 tahun yang tak pernah bepergian ke luar negeri. (Baca juga: Terungkap, Indonesia Sudah Diserang Virus Zika Tahun lalu)
Inge menambahkan, virus Zika juga ditemukan pada 1977-1978. Tujuh sampel darah dengan virus tersebut ditemukan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Tegalyoso, Klaten, Jawa Tengah.
Inge meminta agar masyarakat tak perlu panik terhadap pemberitaan yang beredar mengenai virus Zika. Sebab, penanganannya sama dengan Demam Berdarah. Kuncinya adalah waspada. “Yang jelas kalau awal-awal mengalami demam dan tidak diketahui apa penyebabnya, segeralah mengecek darah.”
Hingga saat ini, lebih dari 20 negara, termasuk Brasil, telah melaporkan terjadinya kasus infeksi virus Zika. Sebagian besar infeksi yang terjadi ringan, bahkan tanpa gejala, meskipun ada laporan terjadi gangguan kelumpuhan yang disebut sindrom Guillain-Barre.
Ancaman terbesar diyakini terjadi pada kehamilan ibu hingga ke janin yang belum lahir. Ada sekitar 4.000 kasus microcephaly—bayi yang lahir dengan otak kecil—di Brasil sejak Oktober lalu. Organisasi kesehatan dunia, WHO bahkan menyatakan status darurat internasional akibat penyebaran virus Zika ini. (Baca juga: Mau Berantas Virus Zika? Peneliti Unair Ini Punya Jawabannya)
ARTIKA RACHMI FARMITA