TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti mengaku masih mendalami sejumlah bukti yang dapat menjerat mantan pimpinan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke ranah pidana.
Menurut Badrodin, saat ini polri belum menemukan pelanggaran hukum atau unsur pidana pergerakan Gafatar. "Ya nanti kalau ditemukan unsur pidananya," kata dia saat ditemui Tempo di ruang kerjanya, Selasa, 2 Februari 2016.
Berdasarkan temuan polri, Gafatar diduga berniat mendirikan negara. Sejumlah dokumen yang ditemukan menunjukkan adanya rancangan struktur pemerintahan yang disiapkan Gafatar dan dianggap sebagai indikasi bahwa organisasi ini ingin mendirikan negara sendiri.
Dalam sebuah ceramahnya pada 2014, pendiri Al-Qiyadah al-Islamiyah, Ahmad Mushadeq, mengatakan bahwa "Kerajaan Tuhan" itu akan terwujud pada 2024. Ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah ini dipakai oleh Millah Abraham dan kemudian Gafatar.
Menurut Badrodin, bila Gafatar terbukti ingin mendirikan negara sendiri, maka para mantan pemimpinnya dapat dijerat ke ranah pidana lantaran melanggar hukum. "Iya, itu kan harus kami buktikan. Itu ada dokumennya, tapi harus diklarifikasi lagi," ujar dia.
Namun, Badrodin tak berencana memanggil mantan pimpinan Gafatar untuk mengklarifikasi tudingan yang berkembang selama ini. Alasannya, bila nantinya mereka menjadi tersangka, pandangan publik kepada polri semakin tidak baik. "Kalau ada diskusi di luar, saya mau. Saya usahakan datang. Tapi kalau datang ke sini diskusi sama saya, kan tidak baik," katanya.
Badrodin mengaku akan memberi sejumlah rekomendasi kepada tim Badan Koordinasi Pengawasan Aliran dan Kepercayaan Masyarakat. Salah satunya, Gafatar harus diputuskan melalui sidang. "Harus disidangkan dulu, temuan-temuannya apa sehingga nanti bisa diputuskan," ujarnya.
Sebelumnya, Gafatar telah mengklarifikasi sejumlah tudingan tersebut ke Jaksa Muda Intelejen Adi Toegarisman di Kejaksaan Agung, pada 29 Januari 2016. Mantan Ketua Umum Gafatar Mahful Muis Tumanurung menegaskan tak pernah berencana untuk mendirikan negara sendiri.
Selain itu, ia membantah organisasinya yang pernah dipimpinnya tersebut bergerak di bidang keagamaan dan menganggap Mushadeq sebagai nabi terakhir. "Tidak ada keinginan itu. Kami hanya bergerak di bidang pertanian dan perkebunan," ujar Mahful.
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa sesat untuk Gafatar. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan fatwa tersebut diputuskan berdasarkan hasil investigasi Gafatar di sejumlah daerah.
"Penelitian (untuk menetapkan fatwa) dilakukan di beberapa tempat yaitu Aceh, Palembang, dan Jogja," ujar Asrorun di kantor MUI.
DEWI SUCI R | ISTMAN M.P