TEMPO.CO, Bekasi - Sedikitnya 165 warga Kota Bekasi, Jawa Barat, dilaporkan menderita penyakit demam berdarah selama Januari 2016. Enam balita di antaranya meninggal dunia karena serangan penyakit itu.
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Reni Amalia mengatakan jumlah itu terbilang tinggi. Soalnya, ucap dia, yang tewas hampir separuh dari kasus selama 2015 sebanyak sebelas orang. "Total tahun lalu sebanyak 1.006 kasus," ujar Reni, Rabu, 3 Februari 2016.
Penyebaran DBD paling tinggi berada di daerah Kelurahan Kayuringin, Bekasi Selatan; Kelurahan Harapan Jaya, Medansatria; dan Kelurahan Bojong Rawalumbu, Rawalumbu.
Menurut Reni, ada beberapa faktor yang menyebabkan penderita DBD sampai meregang nyawa. Di antaranya keluarga pasien tak memiliki pengetahuan cukup mengenai penyakit mematikan itu. Bahkan gejala awal pun dianggap ringan. "Gejala awalnya, penderita hanya demam disertai batuk."
Namun, setelah demam turun, bukan berarti penderita sembuh. Empat-lima hari pascagejala awal adalah masa-masa kritis pasien. Karena itu, penderita harus dirawat intensif di rumah sakit. "Kami sering kecolongan, ketika demam penderita turun, keluarga pasien menganggap sembuh."
Reni mengungkapkan beberapa faktor yang membuat nyamuk Aedes aegypti, penyebar demam berdarah, berkembang. Di antaranya lingkungan yang kurang bersih, membiarkan genangan air. "Kepedulian masyarakat dibutuhkan agar nyamuk tak berkembang."
Di Kabupaten Bekasi, sedikitnya sebelas orang meninggal dunia diduga karena penyakit DBD. Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi tengah mengidentifikasi, apakah sebelas orang yang dilaporkan meninggal itu memang menderita DBD atau penyakit lain. "Gejalanya mirip penyakit lain. Ini perlu dicek lagi," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Nining Herawati.
ADI WARSONO