TEMPO.CO, Malang - Pemulangan jenazah Eka Suryani dari Cina akan ditanggung bersama oleh dua perusahaan pengerah jasa tenaga kerja di Hong Kong dan Malang.
Eka Suryani, 23 tahun, adalah tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja 6 bulan di Hong Kong dan meninggal di Fujian, Cina, pada Sabtu pagi, 23 Januari 2016. Ibu beranak satu itu berasal dari Dusun Mulyosari RT 22/RW 08, Desa Mulyosari, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Perempuan kelahiran 7 Mei 1992 itu diberangkatkan oleh PT Surabaya Yudha Citra Perdana (SYCP) Malang. Ketibaannya di Hong Kong diurus oleh AIE Employment Center, mitra kerja SYCP di wilayah administratif khusus Republik Rakyat Cina tersebut.
Diketahui SYCP punya tiga kantor di Malang, yakni di Jalan Raya Randuagung 1A, Singosari; Jalan Ketindan 87, Kecamatan Lawang, serta Jalan Raya Sekarpura, Kecamatan Pakis. Nah, Eka diberangkatkan oleh SYCP Pakis.
“Kami bertanggung jawab mengurusi kepulangan jenazah Mbak Eka Suryani. Tapi kami tunggu hasil autopsi rumah sakit di Cina sana. Masalahnya sekarang lagi libur Imlek di sana,” kata Puspoyo, staf PT SYCP Pakis, kepada Tempo, Selasa sore, 2 Februari 2016.
Sebagai bentuk tanggung jawab, kata Puspoyo, perusahaannya tiga kali mengunjungi rumah keluarga Eka Suryani di Donomulyo. Ia mengklaim sebagai pihak pertama yang memberitahu pihak keluarga pada Senin, 25 Januari lalu—suami Eka Suryani, yakni Indra Teguh Wiyono, mengaku pertama kali mendapat kabar kematian sang istri dari rekan Eka di Hong Kong pada pagi hari yang sama.
Selain itu, wakil SYCP mengikuti tahlilan di rumah duka dan menggelar tahlil di kantor SYCP Pakis sebagai bentuk pengakuan perusahaan bahwa Eka masih keluarga mereka. Perusahaan pun memberikan uang duka kepada keluarga korban, serta akan menguruskan klaim asuransi yang nantinya diterima suami Eka selaku ahli warisnya. Sedangkan anak tungal pasangan Indra-Eka, Wahyu Satrio, masih bocah berumur empat tahun.
Puspoyo membantah tudingan perusahaannya menghalang-halangi keinginan keluarga Eka untuk dilakukan autopsi. Justru SYCP yang mengusulkan kepada keluarganya untuk dilakukan autopsi. “Tidak benar itu. Dalam hal ini kami yang disudutkan. Padahal kami aktif mengurusnya. Saya dan PL (petugas lapangan) kami (bernama Kawul) yang mendatangi langsung ke rumah duka, disaksikan perangkat desa di sana,” ujar Puspoyo.
Sebelumnya, aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Hong Kong Eni Lestari menyampaikan, perwakilan SYCP terkesan menghalang-halangi keinginan keluarga agar dilakukan autopsi dengan alasan autopsi membutuhkan waktu yang lama dan berbiaya besar.
Eni juga menyinggung soal klaim asuransi. Menurut aturan di Hong Kong, ahli waris Eka Suryani bisa mendapatkan asuransi bernilai ratusan juta rupiah. Merujuk pada kasus Erwiana Sulistyaningsih, diperkirakan ahli warisnya bisa mendapatkan asuransi antara Rp 500 juta sampai Rp 800 juta. Ahli waris yang dimaksud adalah anak kandung, orangtua dan saudara kandung, dan suami.
“Sebagi ahli waris, mereka semua dapat klaim asuransi. Tapi besaran nilainya berbeda. Anak mendapat nilai asuransi yang terbesar, tapi baru bisa dicairkan saat si anak berusia 18 tahun,” kata Eni, yang memaklumi pernyataan Puspoyo bahwa cuma suami Eka ahli waris yang berhak mendapat klaim asuransi dengan merujuk aturan hukum di Indonesia.
Erwiana Sulistyaningsih, seorang TKW asal Ngawi, Jawa Timur, yang disiksa majikannya di Hong Kong. Majikan Erwiana divonis bersalah oleh Pengadilan Hong Kong pada Februari 2015.
ABDI PURMONO