TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menilai proyek pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung tak relevan dengan konsep bernegara secara integral, kekinian dan ke-Indonesiaan.
"Kita ini bangsa alon-alon asal kelakon. Biar lambat asal selamat, tak akan lari gunung dikejar, dan gunung yang dikejar itu di Bandung. Jadi secara konseptual, kultur, teknis, kereta cepat Jakarta-Bandung salah alamat," kata Fahri Hamzah dalam diskusi publik Stop Rencana Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta Bandung, di Operation Room, Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.
SIMAK: Fahri Hamzah Cemas, Kereta Cepat Jadi 'Jokowi's New Toy '
Wakil Ketua DPR itu membandingkan high speed train di Amerika dan Cina. Menurut Fahri Hamzah, kereta cepat di AS mengoperasikan jarak sekitar 200 kilometer. "Itupun hanya sedikit lebih cepat dari konsep kereta cepat sebenarnya, yaitu 300 kilometer per jam."
Sementara, Cina memiliki 19 ribu kilometer rail kereta cepat yang merupakan terpanjang di seluruh dunia. Tapi, Fahri Hamzah menyebut bahwa hal itu tidak membuat Cina lebih hebat dari Amerika Serikat. Sebab, katanya, budaya orang Amerika lebih suka naik mobil ketimbang transportasi umum.
SIMAK: Ketika Reputasi Jokowi Dipertaruhkan di Proyek Kereta Cepat
Fahri juga menyinggung soal empat stasiun pemberhentian kereta cepat. Ia mengatakan bahwa kereta api cepat Jakarta-Bandung sama saja dengan kereta lambat, karena tidak bisa mencapai kecepatan maksimalnya dalam jarak 35 kilometer atau dalam enam menit. Sebab, kata dia, jarak Jakarta ke Bandung yang hanya 142 kilometer dengan kemampuan kereta cepat yang mencapai 350 kilometer per jam, harus melayani empat stasiun pemberhentian. "Jadi, kereta itu akan jalan lagi 35 kilometer, stop, jalan lagi, 35 kilometer stop lagi, dengan jarak itu sama saja dengan kereta lambat. Jadi buat apa?" katanya.
Fahri mengharapkan jangan sampai ada dugaan bahwa kereta cepat itu menjadi mainan baru Presiden Joko Widodo, dan menghimbau agar pemerintah mengkaji ulang serta mengembalikan visi poros maritim dalam pemerintahan.
FRISKI RIANA