TEMPO.CO, Sleman - Sebanyak 19 warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang terusir dari Mempawah tersasar ke Sleman. Mereka mengaku warga Sleman tapi memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Kalimantan Barat. "Nomor Induk Kependudukan mereka bukan Sleman, melainkan masuk Kalimantan Barat," kata Sigit Alfianto, Kepala Seksi Bantuan Sosial Korban Bencana Dinas Sosial DIY, Selasa, 2 Februari.
Dua ratusan warga eks Gafatar yang ditampung di Youth Center, Mlati, Sleman, dari seluruh DIY sudah dikirim ke kabupaten/kota masing-masing. Namun beberapa orang masih tinggal di penampungan itu dengan berbagai alasan.
Warga eks Gafatar yang dibawa ke Bantul sebanyak 45 orang. Dari Guningkidul sebanyak 15 orang, dan Sleman sebanyak 97 orang. Sedangkan dari Kota Yogyakarta sebanyak 65 orang. Mereka ditampung untuk pendekatan lebih intensif, melibatkan keluarga hingga ke petugas di setiap desa/kelurahan.
Sebelumnya, di Sleman ada 116 orang eks Gafatar. Ternyata ada 19 mengaku pernah ke kabupaten itu, tapi KTP-nya dari Kalimantan Barat. Ada pula yang mengatakan tidak ada keluarga yang bisa menampung. Selain itu, sisanya masih di Youth Center karena beberapa hal.
Khusus untuk warga Kalimantan Barat itu, kata Sigit, soal kependudukan mereka diurus oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dinas itu bekerja sama dengan pemerintah Kalimantan Barat, terutama rencana mengembalikan mereka ke provinsi itu. "Mereka terdiri atas orang dewasa dan anak-anak," kata Sigit.
Untuk sementara, mereka tinggal di Youth Center sambil menunggu koordinasi antarpemerintah selesai. Petugas menelusuri penyebab mereka ikut ke Sleman. "Sementara kami tampung dulu di sini (Youth Center)," ujar Sigit.
Pargiat, 67 tahun, warga Caturtunggal, Depok, Sleman, mengaku bertani di Mempawah, sejak Desember lalu. Lahan pertaniannya ikut dibakar massa. "Kami ini kan hanya ingin bertani," katanya.
Dia berangkat tidak dengan keluarga, tapi dengan teman-temannya yang pernah ikut Gafatar. Ia mengaku tidak berkomunikasi dengan keluarga saat di Mempawah. Istri dan anak-anaknya di Sleman. "Ya, lihat saja nanti saya mau apa. Karena keluarga juga punya usaha jahit pakaian," katanya.
MUH SYAIFULLAH