TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Nganjuk memulangkan satu keluarga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Pemulangan ini dilakukan menyusul penolakan warga di Nganjuk atas keberadaan mereka.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Nganjuk Ghozali Afandi mengatakan penolakan satu keluarga eks Gafatar, yang terdiri atas suami, istri, dan satu anak ini, dilakukan warga Kecamatan Gondang yang tak suka atas keberadaan mereka.
Satu keluarga tersebut adalah Sulaiman Hadi Sasmito, 45 tahun, istrinya, Suparmi, 42 tahun, dan anak mereka, Wahyu Nugroho, 21 tahun. Mereka bagian dari 12 eks Gafatar yang dipulangkan pemerintah pada 24 Januari 2016.
“Warga tak bisa menerima mereka karena takut terjadi sesuatu di kampung mereka,” kata Ghozali kepada Tempo, Selasa, 2 Februari 2016.
Kekhawatiran warga atas satu keluarga Sulaiman ini juga lebih karena tidak jelasnya asal usul mereka. Dinas Kependudukan Kabupaten Nganjuk memastikan mereka bukan warga setempat. Sementara kepada petugas, Sulaiman mengaku beralamat Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Mereka datang bersama rombongan anggota Gafatar asal Nganjuk yang dipulangkan dari Mempawah, Kalimantan Barat, dan bermaksud tinggal bersama seorang anggota Gafatar di Nganjuk karena rumah mereka di Surabaya sudah terlanjur dijual.
Melihat asal usul mereka yang tak jelas, warga pun menolak kedatangan mereka. Sebab, dikhawatirkan pula mereka akan tetap menyebarkan ideologi Gafatar meski telah mengaku insaf. Karena itu, warga meminta pemerintah daerah mengembalikan mereka ke tempat penampungan di Surabaya.
Atas penolakan ini pemerintah Nganjuk terpaksa memulangkan kembali keluarga ini ke Surabaya. Pemerintah menjamin akan kelangsungan hidup mereka di Surabaya dengan tanggung jawab Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. ”Untuk warga Gafatar lain yang asli Nganjuk tidak ada persoalan,” kata Ghozali.
HARI TRI WASONO