TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan pemerintah akan menyerahkan draf revisi Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme Nomor 15 Tahun 2003 pada pekan ini. "Diserahkan ke DPR minggu ini," kata Luhut di Kompleks Istana, Senin, 1 Februari 2016.
Luhut mengatakan pemerintah menargetkan revisi selesai pada masa sidang DPR saat ini atau pada Maret. Draf revisi itu, kata dia, baru diserahkan ke Presiden hari ini. Menurut dia, Presiden memberikan sejumlah masukan berkaitan dengan redaksional revisi dalam undang-undang. "Tidak banyak perubahan. Presiden ingin sedikit masukan soal wording (kata-kata)," kata Luhut.
Luhut mengatakan masukan yang diberikan Presiden tidak berkaitan dengan substansi revisi undang-undang, yang sebelumnya diusulkan pemerintah. Ia mencontohkan, pencabutan paspor warga negara Indonesia yang bergabung dalam latihan militer gerakan radikal di luar negeri merupakan salah satu poin revisi. "Kalau dia sudah bergabung dengan foreign fighter, ya dicabut," katanya.
Baca juga: Ini isi revisi UU Antiterorisme yang diajukan pemerintah
Selain itu, perluasan kewenangan Polri dalam hal penangkapan dan penahanan juga tetap masuk revisi undang-undang itu. Perpanjangan masa penahanan dan penangkapan, kata dia, juga menjadi poin revisi yang diajukan pemerintah.
Pekan lalu, pemerintah memutuskan merevisi UU Antiterorisme. Usulan revisi, antara lain, pertama, perluasan masa penahanan selama penyelidikan atau penyidikan. Usulan kedua adalah pencabutan status kewarganegaraan atau paspor dari warga negara Indonesia yang melakukan tindakan yang mengancam keselamatan negara, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Poin ketiga adalah izin validitas alat bukti terorisme. Dalam undang-undang sebelumnya, izin itu harus diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri, selain dari Badan Intelijen Negara. Dalam revisi, izin bisa diberikan oleh hakim pengadilan.
ANANDA TERESIA