TEMPO.CO, Surabaya - Sebut saja inisialnya R (18 tahun). Seperti bocah remaja pada umumnya, di hari Minggu dia baru saja bangun tidur saat Tempo mengunjungi kantor Surabaya Children Crisis Centre (SCCC) di Jalan Raya Bungkal Nomor 41, Sambikerep, Surabaya.
R merupakan salah satu anak binaan SCCC. Dia adalah mantan pencuri alias begal sepeda motor yang berhasil diamankan oleh Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya pada Agustus 2015. Terhitung sudah lima bulan R mendapat binaan dari SCCC.
Sejak mendapat binaan dari SCCC, R mengalami perubahan pesat. R mengaku dulunya menjadi koordinator untuk mengirim teman-temannya mencuri kendaraan bermotor. Dalam aksinya, R mengaku masing-masing anggotanya paham cara bergerak mendapatkan motor incaran.
Setelah aksinya diketahui polisi, R dan teman-temannya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya (Medaeng). Selama di Medaeng, R mengaku tidak mendapat pembinaan sebagai anak-anak. Padahal, hati kecilnya juga ingin mengeyam pendidikan seperti anak pada umumnya.
"Saya senang tinggal di sini, setiap hari diberikan kegiatan, disuruh baca buku,” kata R yang saat ini sedang berusaha belajar untuk lolos ujian dalam program Kejar Paket. R adalah salah satu anak binaan yang gemar belajar dan membaca.
SCCC mendatangkan guru privat untuk memberikan pelajaran akademis, seperti matematika, bahasa, dan lain-lain, untuk R dan teman-temanya. Saat ditanya apa harapannya ke depan, R ingin sekali menjadi pengacara.
Cita-citanya itu tidak lepas dari dukungan kakak-kakak binaan SCCC yang mayoritas berprofesi sebagai pengacara. “Kayak kakak-kakak di sini, jadi pengacara itu seru,” ujar bocah yang menjadikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai bacaan favoritnya.
Salah seorang pembina SCCC, Hishom Prasetyo, mengatakan anak-anak pelaku kejahatan sebenarnya bukan anak nakal jika dibina dengan baik. Mereka anak-anak seperti umumnya. Namun kurangnya perhatian orang tua atau pengaruh dari lingkungan membuat mereka cenderung melakukan tindakan kriminal.
SCCC menampung maksimal enam anak pelaku kejahatan. Menurut Hishom, anak-anak itu perlu dibina secara eksklusif. Menumbuhkan titik kreativitasnya adalah salah satu cara untuk mengalihkan perhatian anak-anak tersebut dari tindakan kriminal.
Hishom berharap sebaiknya anak-anak pelaku tindak pidana tidak dianggap sebagai terpidana. “Mereka masih anak-anak, mereka juga punya masa depan,” kata Hishom. “Anak-anak seperti itu butuh penyaluran dan kasih sayang,” ujar Hishom.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH