TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Novel Baswedan, Muhamad Isnur, menyesalkan digelarnya persidangan kliennya oleh Pengadilan Negeri Bengkulu. Menurut Isnur, hal ini membuktikan adanya kriminalisasi terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.
“Ini menunjukkan upaya kriminalisasi yang dilanjutkan, proses yang dipaksakan karena menghindari kadaluwarsa,” kata Isnur saat dihubungi, Sabtu, 30 Januari 2016.
Kasus yang dijeratkan kepada Novel, yakni tuduhan penganiayaan pada 2004, akan kedaluwarsa 18 Februari mendatang. Isnur menambahkan, seharusnya kejaksaan tunduk terhadap perintah Presiden Joko Widodo yang meminta kliennya tidak ditahan, dan mengikuti saran Ombudsman Republik Indonesia untuk menyelidiki aktor-aktor yang merancang rekayasa kasus Novel. “Kalau tunduk dan ikuti saran, harusnya dihentikan, Ini kan mengabaikan semuanya,” ucapnya.
Isnur menuturkan pihaknya telah menempuh semua cara agar kliennya tidak ditahan, seperti mengirim surat ke presiden, menyerahkan rekomendasi Ombudsman. Bahkan Komisi Pemberantas Korupsi juga telah melakukan banyak cara untuk menyelamatkan penyidiknya tersebut.
Meski telah melakukan banyak cara, Isnur mengatakan tim kuasa hukum dan Novel Baswedan sendiri sudah siap bila memang harus sampai ke pengadilan. Ia menyebut tim telah menyiapkan banyak argumentasi hukum dan lainnya. “Sejak awal sudah kami perhitungkan bila sampai ke pengadilan. Kita bongkar kejanggalan-kejanggalan dan kriminalisasi,” katanya.
Novel dituduh menganiaya pencuri sarang burung walet saat masih bertugas di kepolisian pada 2004. Tuduhan itu mencuat pada 2012, saat KPK menyidik kasus korupsi yang menjerat Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Kasus sempat mereda setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan saat itu, tapi kembali diungkit saat KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka awal tahun lalu.
AHMAD FAIZ