TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mengatakan kasus yang menjerat salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, kental akan kriminalisasi dan penuh kejanggalan serta rekayasa. Salah satu tuduhan yang diterima Novel, salah satunya, adalah melakukan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet pada 2004, saat dia menjabat petugas reserse Polres Kota Bengkulu.
"Kesalahan itu dibebankan kepada Novel Baswedan dengan rangkaian peristiwa dan bukti yang penuh kejanggalan serta rekayasa," kata Miko Ginting, peneliti dari PSHK, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 30 Januari 2016.
Miko mengatakan, agar tidak berlanjut, kriminalisasi terhadap Novel ini harus dihentikan. Keputusan penghentian kasus ada di tangan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. "Baik dengan menerbitkan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKP2) atau deponeering," tuturnya.
Selain Jaksa Agung, Miko berharap pimpinan baru KPK bisa ikut berkontribusi menghentikan hal ini. Sebab, menurut dia, kasus ini tidak bersifat personal, melainkan institusional. Novel dikriminalisasi ketika menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penyidik aktif KPK.
Presiden Joko Widodo juga sempat mengatakan jangan sampai ada kriminalisasi ketika Novel ditangkap. Miko mengatakan sikap presiden ini jangan hanya selesai di ucapan. "Presiden Joko Widodo juga harus mengambil langkah untuk menghentikan kasus ini," tuturnya.
Saat penangkapan, Novel memang sedang mengusut beberapa kasus besar untuk KPK. Penangkapan pengusutannya terhenti. Miko menekankan pentingnya semua pihak yang terlibat segera menghentikan kasus Novel. "Menyelamatkan Novel Baswedan berarti juga menyelamatkan KPK," katanya.
EGI ADYATAMA