TEMPO.CO, Jakarta - Front Pembela Islam Kota Depok meminta anggota dewan untuk merevisi peraturan daerah nomor 6 tahun 2008 tentang pengawasan, peredaran dan penjualan minuman beralkoho.
Menurut Ketua FPI Kota Depok, Agus Rahmad, sejak diberlakukan perda tersebut, peredaran minuman beralkohol bisa justru makin menggila.
Bahkan, miras banyak beredar di tengah-tengah masyarakat Depok. Soalnya, Depok masih memperbolehkan peredaran minuman keras dengan kadar alkohol tertentu.
"Depok harus revisi perda miras, agar zero minuman beralkohol," kata Agus Rahmad, saat melakukan demonstrasi meminta perda miras direvisi di Gedung DPRD Kota Depok, Jumat 29 Januari 2016.
Dalam perda pengendalian peredaran minuman beralkohol di Depok, diatur ketentuan tentang larangan menjual minuman beralkohol golongan A dengan kadar etanol 1-5 persen dilarang dijual secara eceren di digelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja dan bumi perkemahan, tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit dan tempat pemukiman.
Sedangkan, golongan B dengan kadar etanol 5-20 persen dan golongan C dengan kadar etanol lebih dari 20-55 persen diarang dimanapun dijual, kecuali di hotel berbintang tiga, empat dan lima, restoran dengan Tanda Talam Kencana dan Talam Selaka, serta bar dan klub malam. Adapun Sangsi bagi pelanggaran perda adalah kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp. 50 juta. "Perdanya sia-sia. Sanksinya tidak diterapkan," ucapnya.
Penegak perda seakan tidak punya taring untuk memberantas peredaran miras. FPI bersama tokoh lintas agama Depok, mengambil suara bulan untuk mencanangkan Depok zero minuman beralkohol. "Perda harus direvisi agar penjual miras bisa dikenai sanksi hukum yang jelas. Depok harus zero alkohol," ujarnya.
Menurutnya, selama ini penjual miras di Depok, tidak dikenai sanksi yang tegas. Bahkan, banyak penjual miras yang lebih dari satu kali dirazia, namun kembali menjual. Ini, kata dia, menjadi bukti bahwa kehormatan dan kewibawaan hukum dilecehkan secara terang-tengan di muka umum. "Bumi hanguskan peredaran miras di Depok," ucapnya.
Ia menjelaskan berdasarkan data yang dia miliki dari instansi kepolisian, pada tahun 2013 polisi menyita 12 ribu botorl miras, tahun 2014 sebanyak 34 ribu botol miras dan tahun 2015 sebanyak 35 ribu botol miras disita. Artinya, setiap tahun ada peningkatan peredaran miras sebanyak 15 persen di Depok. "Ini karena pengendaliannya dan sanksinya tidak tegas. Sanksi hanya tindak pidana ringan tiga bulan penjara," ujarnya.
Anggota DPRD Kota Depok Qonita Luthfiyah mengatakan dewan memang menghendaki Depok, bebas miras. Soalnya, miras bukan hanya merugikan warga Depok, tapi sudah menghilangkan nyawa warganya. "Depok dikatakan kota pendidikan dan religius. Tapi, memang masih banci dalam penerapan perda miras," ucapnya.
Dewan mengaku mendukung FPI, yang menghendaki untuk merevisi perda miras agar zero alkohol. Sebab, aturan ini untuk kepentingan warga Depok. "Kenapa Depok yang dikenal religius belum menerapkan aturan ini. Kami akan revisi perda miras," ucapnya.
IMAM HAMDI