TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) membantah keterlibatan dokternya dalam kasus jual-beli ginjal. Direktur Utama RSCM C.H. Soejono mengatakan operasi transplantasi ginjal membutuhkan kerja sama tim, dan pihak yang terlibat ditetapkan melalui tim advokasi. "Tidak ada dokter di RSCM melakukan seperti itu. Soalnya kami punya mekanisme," kata Soejono di RSCM, Jumat, 29 Januari 2016.
Menurut Soejono, transplantasi bukan operasi main-main. Pasien yang menjalani operasi dilakukan penahbisan melalui tim advokasi dengan ketat. Penahbisan yang dimaksud adalah penetapan pendonor 'oke' untuk dioperasi setelah melewati sejumlah tahap pengecekan. Perlakuan ini, kata Soejono, untuk melindungi calon pendonor dan memastikannya bebas dari paksaan atau iming-iming lain untuk menjual ginjalnya.
"Kami lakukan pencegahan supaya hal itu tidak terjadi. Dengan menerjukan tim advokasi transplantasi tiap akan operasi," ucapnya. Selain tim advokasi, pihak RSCM menyediakan tim psikiatri forensik yang akan mewawancarai calon pendonor. Tahapan ini akan memeriksa emosional, intelektual, dan kognitif pendonor guna memastikan memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri dan bebas tekanan.
Soejono yakin dua tim tersebut mampu mendeteksi bila ada pegawai yang mencoba melanggar ketentuan. Bila memang ada dokter RSCM yang terbukti terlibat dalam sindikat jual-beli ginjal, Soejono menyerahkan semua urusan itu kepada penegak hukum. Selain itu secara profesi, ia akan membicarakannya dengan Ikatan Dokter Indonesia. "Insya Allah, di RSCM tidak ada," ucapnya.
Ia menambahkan, pihak RSCM sejak 2009 hingga kini sudah mentransplantasi ginjal sebanyak dua ratus kali operasi.
Baca Juga:
Rabu, 27 Januari 2016, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia membongkar sindikat penjualan ginjal. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Dalam jual-beli tersebut calon pembeli dikenai harga Rp 300 juta untuk satu buah ginjal. Pembeli juga yang bertanggung jawab membiayai prosedur operasi transplantasi.
AHMAD FAIZ