TEMPO.CO, Denpasar - Sekelompok remaja Bali peduli kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Kelompok bernama Kita Sayang Remaja (Kisara) itu melakukan pendampingan bagi kelompok LGBT. "Kami biasanya melakukan pendampingan kepada kelompok ini," kata Koordinator Kisara, Ni Luh Eka Purniastiti, di Kantor Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Denpasar, Rabu, 27 Januari 2016.
Kisara beranggotakan sekitar 50 orang, yang terdiri atas remaja berusia 10-24 tahun. Pendampingan itu dilakukan untuk memberikan dukungan moril. Menurut Eka, mereka juga memberikan informasi dan pengetahuan kepada keluarga yang memiliki anggota dengan orientasi seksual berbeda tersebut.
Pendampingan kepada kelompok LGBT bukan satu-satunya program Kisara. Eka dan teman-temannya juga menyebarkan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja. "Harapannya, agar para remaja itu tahu dan waspada tentang kesehatan reproduksinya," kata mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Bali itu.
Kisara juga mendapat bimbingan dari Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia I Ketut Sukanata. Menurut Ketut, pendampingan bagi kaum LGBT sangat diperlukan karena kaum LGBT sering dicemooh, misalnya di tempat pelayanan kesehatan masyarakat, seperti puskesmas. Bahkan di lingkungan keluarga atau tetangganya sendiri.
“Padahal, tentu tidak ada orang yang ingin memiliki perbedaan orientasi seksual itu,” kata Ketut. Ketimbang mengkhawatirkan cemooh dan stigma masyarakat, menurut Ketut, lebih baik mengingatkan tentang risiko penyakit yang potensial disebarkan kelompok tersebut. "Untuk mencegah penyebaran penyakit itu, informasi kepada mereka harus diberikan secara utuh," katanya.
Ketut menambahkan remaja yang emosinya belum stabil dan memiliki keinginan yang sangat kuat, bisa saja tanpa sengaja menularkan penyakitnya. “Sehingga pemahaman ini perlu diberikan,” kata Ketut. Psikologis anak yang memiliki kelainan itu pun perlu dipikirkan. Menurut Ketut, anak yang tersingkir dari sosial itu bisa saja mengalami depresi. "Mereka bisa saja mendapatkan kekerasan seksual dan kriminalisasi. Takutnya mereka akan merasa jadi warga yang terbuang,” tambahnya.
Selaku relawan yang sudah mencoba membantu remaja LGBT ini, Eka menyayangkan pernyataan para petinggi negara, seperti Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi tentang LGBT. Menurut dia, LGBT itu adalah sebuah pilihan bagi setiap orang.
Yang terpenting, masyarakat yang mengalami perbedaan orientasi sosial itu harus diberi ilmu tentang kesehatan reproduksi. Pemerintah seharusnya merangkul kelompok minoritas ini. "Pernyataan itu pasti menyakiti hati LGBT, padahal seharusnya dirangkul," katanya.
Sebelumnya Menteri Mohamad Nasir melarang mahasiswa mendeklarasikan diri sebagai LGBT untuk pamer kemesraan di kampus. "Kampus merupakan penjaga moral, jadi tidak diperkenankan adanya aktivitas yang melanggar tata susila seperti pamer kemesraan atau making love di kampus," kata Nasir.
MITRA TARIGAN