TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan kementeriannya sedang mengkaji dasar hukum untuk pelantikan kepala daerah. Ia mengatakan mungkin saja pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden untuk menambal hal-hal yang tak diakomodasi dalam Peraturan Presiden.
"Sekarang sedang kami kaji aturan-aturan dan Undang-undang yang berkaitan dengan proses pelantikan dan masa jabatan kepala daerah dan sebagainya," kata Tjahjo di Istana Negara, Kamis, 28 Januari 2016.
Apabila terbit, Perpres tersebut akan mengatur pelaksanaan dua tahap pelantikan kepala daerah, yakni bulan Februari dan Maret. Bulan Februari pelantikan dilakukan untuk para kepala daerah yang sudah selesai bersengketa di Mahakamah Konstitusi. Kemudian, bulan Maret untuk para kepala daerah yang hingga saat ini masih bersengketa.
"Ditambah 23 kepala daerah yang selesai mas jabatannya bukan Juni, kalau bisa ditarik sampai Maret," kata Tjahjo.
Tjahjo menginginkan pelantikan dilakukan secepatnya sesuai arahan Presiden Joko Widodo agar bisa cepat melaksanakan proyek tender. Menurut Tjahjo, kewenangan pelaksana tugas dan penjabat gubernur terbatas untuk menggunakan anggaran. "Jadi lebih cepat lebih baik," kata dia.
Selain itu, Tjahjo menghendaki pelantikan dilakukan di Istana Negara oleh Presiden Joko Widodo. Padahal, jika mengacu pada pasal 163 dan 164 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah,pelantikan kepala daerah yang dilakukan di ibu kota negara yakni hanya gubernur dan wakil gubernur karena dianggap sebagai perwakilan pemerintah pusat. Sedangkan bupati dan wali kota berlangsung di provinsi, dilantik gubernur atau wakilnya.
"Itu kan Undang-undang buatan manusia bisa diubah melalui Perpres," kata Tjahjo.
TIKA PRIMANDARI