TEMPO.CO, Depok - Kementerian Sosial memastikan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) tidak mengalami trauma seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. Trauma itu dikhawatirkan terjadi setelah pemulangan mereka dari Kalimantan Barat ke tempat penampungan sementara di Taman Wiladatika Cibubur, Rabu, 27 Januari 2016.
Kepala Sub-Bidang Pemulihan dan Penguatan Sosial Direktorat Perlindungan Sosial Bencana Alam Kementerian Sosial Tetrie Darwi mengatakan, sejak sore kemarin, pihaknya dan tenaga relawan Kementerian tidak melihat adanya trauma atas pemulangan mereka. "Baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, tidak ada yang trauma setelah dipulangkan dari Kalimantan," katanya, Kamis, 28 Januari 2016.
Tetri menjelaskan, eks anggota Gafatar hanya merasa takut tidak diterima di lingkungan asal mereka jika nanti kembali. Bagi mereka yang ditampung sementara, Kementerian bersama relawan membantu pemulihan mereka dengan psikososial.
Dengan melakukan psikoanalisis, kata Tetri, Kementerian bakal mendapatkan data dari kebutuhan dan harapan para eks Gafatar setelah dipulangkan dari Kalimantan Barat. Pihaknya mengajak relawan bermain dan bernyanyi serta berdiskusi dengan mereka. "Kami bisa lihat keadaan mereka dari diagnosis kegiatan ini."
Salah seorang psikolog yang ikut mendampingi para eks anggota Gafatar, Helena Sigit, mengatakan semua warga eks anggota Gafatar memang terlihat tidak mengalami trauma. Bahkan, saat dia mendampingi anak-anak, mereka tampak ceria. "Mereka hanya mengeluh pegal-pegal karena tidur tidak di kasur," ucapnya.
Helena menyatakan kegiatan psikososial berupa body mapping pada remaja dilakukan untuk melihat apa keinginan para eks anggota Gafatar tersebut. Sebagai contoh, saat ditunjuk bagian tubuh di daerah tenggorokan, mereka menuliskan kurangnya makan sayuran. "Apa yang mereka lihat dan masa depan apa yang mereka punya, kami gali. Tujuan kegiatan ini adalah membangun harapan mereka."
Kegiatan psikososial bertujuan mendata, menentukan tujuan, merealisasi, mengawasi, dan mengevaluasi. Jadi, apa yang mereka butuhkan dan rencanakan dapat terakomodasi untuk kehidupan mereka nantinya. "Lihat sisi baik mereka. Mereka hanya ingin bertani di Kalimantan," tuturnya.
IMAM HAMDI