TEMPO.CO, Semarang - Ketua Muhammadiyah Jawa Tengah Tafsir mengatakan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) cenderung berprinsip sosialis humanis. Kegiatan kelompok itu lebih mengutamakan etika universal sebagai landasan moral.
“Gafatar berprinsip sosialis humanis dengan orientasi ekonomi sosial pemberdayaan pertanian,” kata Tafsir setelah menemui mantan anggota Gafatar di Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis, 28 Januari 2016. “Mereka tidak membunuh, mencuri, berzina, dusta, bahkan merokok.”
Baca: Tak Diwajibkan Salat dan Puasa, Gafatar Janjikan Surga
Kegiatan yang didasari etika universal sebagai landasan moral itu tampak dari pilihan mereka membuat permukiman baru di Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, ucap Tafsir, pengikut Gafatar membentuk komunitas yang mengandalkan pertanian, hidup gotong-royong dengan prinsip perilaku bersih.
Pendamping eks anggota Gafatar yang bertugas dari kampus Universitas Negeri Islam Walisongo Semarang, Jawa Tengah, ini tak menemukan organisasi Gafatar yang terstruktur. Tak ada temuan mereka berkumpul bersama. Mereka paling lama tiga tahun menetap di kampung baru yang mereka bentuk. Sebagian dari mereka tinggal di tempat itu dalam hitungan bulan.
“Mantan anggota Gafatar tak mengenal Ahmad Mushadeq. Mereka rakyat yang merindukan mesias serta mendambakan komunitas ideal, baik, dan kompak,” tutur Tafsir.
Baca: Jadi Korban, Rano Karno Minta Eks Gafatar Tak Dimusuhi
Baca: Pengurus Kampung Diminta Pantau Kepulangan Gafatar
Meski mantan anggota Gafatar dianggap memiliki pandangan tak umum, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang Supriyadi berharap masyarakat tak mengucilkan mereka yang telah kembali ke kampung halamannya.
Warga diharapkan menerima mereka sebagai warga negara pada umumnya. "Jangan sampai mereka dibiarkan dan diasingkan yang pada akhirnya akan membuat mereka merasa rendah diri," kata Supriyadi.
EDI FAISOL
Kasus Gafatar, PP Muhammadiyah Desak Pemerintah... oleh tempovideochannel