TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali memblokir sembilan situs atau website yang berisi terorisme dan radikalisme. Satu di antaranya disinyalir adanya kloning Bahrun Naim, teroris yang saat ini diduga berada di Suriah.
"Saya sudah cek, dan semua sudah diblokir," ucap Ismail Cawidu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo, saat dikonfirmasi Tempo pada Kamis, 28 Januari 2016.
Ismail mengatakan pemblokiran ini merupakan kelanjutan dari rilis pihaknya sebelumnya terkait dengan pemblokiran 24 situs radikal dari 27 yang terindikasi beberapa waktu lalu. Pemblokiran tersebut dilakukan berdasarkan hasil rapat Tim Panel 2 Pengelolaan Konten Negatif Bidang SARA dan Radikalisme yang dilaksanakan pada Rabu kemarin.
Dalam rapat, Tim Panel 2 membahas beberapa situs lain yang dilaporkan masyarakat. Situs-situs itu ialah:
- Manjanik.com
- Eramuslim.com
- Mikailkanie.wordpress.com
- Revolusiislambersamaazzammedia.blogspot.co.id
- Langitmuslim.blogspot.co.id
- Kajiantauhid.blogspot.co.id
- Pendukungdaulahislam.blogspot.co.id
- Muslimori1.blogspot.co
Selain delapan situs tersebut, ada satu situs tambahan yang diduga kloning Bahrun Naim, yaitu www.bahrunnaim.space. "Jadi semuanya berjumlah sembilan situs," ujar Ismail.
Ismail menuturkan permintaan pemblokiran situs tersebut telah disampaikan kepada para penyelenggara Internet service provider (ISP) pada Rabu lalu. Adapun pertimbangannya, semua pihak yang dianggap menyebarkan radikalisme dan kebencian merujuk pada Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-undang tersebut menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akan diancam dengan hukuman sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 45 bahwa pelanggaran atas Pasal 28 akan diancam dengan pidana penjara selama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dari sembilan situs tersebut, kata Ismail, satu di antaranya bersifat anonim atau tidak diketahui pemiliknya. Sedangkan delapan situs lain diketahui pemiliknya. "Untuk penindakan terhadap pemilik situs, kami koordinasi dengan kepolisian sebagai institusi yang menangani pelanggaran undang-undang," ucap Ismail.
LARISSA HUDA