TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir mengaku sial terjerat kasus suap proyek jalan di Maluku. Bos perusahaan kontraktor di Maluku itu belum mendapatkan proyek yang diinginkan, tapi keburu ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menyuap anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat Damayanti Wisnu Putranti pada Rabu malam, 13 Januari 2016.
Menurut kuasa hukum Abdul, Haeruddin Massaro, kliennya itu terpaksa memberi "pelicin" kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan proyek karena sistemnya sudah demikian. "Itu sistem yang sudah berlaku di proyek," kata Haeruddin saat dihubungi, Rabu, 27 Januari 2016.
Baca Juga:
Dia mengatakan Abdul sudah sering mengerjakan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Ambon. Khusus untuk suap ini, Abdul belum mendapatkan proyeknya. "Ada 20 paket yang disiapkan," ujar Haeruddin.
Menurut dia, paket-paket itu belum ditenderkan atau dilelang. "Hancur Pak Abdul Khoir ini, duit sudah keluar tapi proyek belum jelas, belum ada pemasukan."
Haeruddin mengatakan Abdul sudah lama malang-melintang menjadi kontraktor di wilayah Maluku. Karena itu, Abdul sudah kenal dengan para pegawai Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Kementerian Pekerjaan Umum.
Baca Juga:
Dari orang-orang Balai IX inilah Abdul diperkenalkan dan diarahkan kepada anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti. Dalam dunia kontraktor, Haeruddin mengatakan sistem yang demikian sudah umum. Para kontraktor digiring para "makelar" di Balai Jalan untuk terhubung dengan anggota DPR. Sebab, para legislator di Komisi Infrastruktur itu yang punya paket-paket pekerjaan/proyek.
Haeruddin mengatakan Abdul baru kenal dengan Damayanti pada tahun lalu dan bertemu dua kali. "Pak Abdul lebih dulu kenal Pak Amran daripada Bu Damayanti," ujarnya. Amran yang dimaksud adalah Kepala BPJN IX yang baru, Amran Mustary. Pertemuan pertama sekaligus perkenalan pada September 2015 dilakukan di sebuah restoran hotel di kawasan Jakarta Selatan. Pertemuan kedua pada Desember 2015 di sebuah restoran hotel juga di kawasan Jakarta Selatan.
Amran, seusai periksa penyidik pada Selasa malam, mengaku proyek yang rencananya diberikan kepada Abdul adalah proyek pembangunan jalan di Pulau Seram. "Panjangnya lebih dari lima kilometer," ujar Amran. Nilai proyek sekitar Rp 59 miliar.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjojono enggan mengemukakan detail 20 paket pekerjaan itu. Sebab, KPK belum mengumumkan secara jelas paket pekerjaan mana yang terkait kasus suap. "Kami menunggu proses permintaan keterangan dari KPK selesai," kata Taufik.
KPK resmi menetapkan Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka penerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir pada Kamis, 14 Januari 2016. Damayanti diduga mengamankan proyek jalan di Maluku yang masuk dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.
KPK juga menetapkan dua staf Damayanti sebagai tersangka penerima suap, yakni Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin. Adapun Abdul Khoir disangka sebagai pemberi suap.
Keempat tersangka itu merupakan hasil operasi tangkap tangan tim satuan tugas KPK. Ada enam orang yang dicokok pada Rabu malam, 13 Januari 2016, di tempat yang berbeda. Dua orang sisanya merupakan sopir yang kini dibebaskan. Duit yang diamankan saat operasi sebesar SG$ 99 ribu. Namun total duit yang telah dikucurkan Abdul sebesar SG$ 404 ribu. Untuk mengembangkan kasus ini, KPK membuka penyelidikan baru.
LINDA TRIANITA