TEMPO.CO, Surabaya - Ratusan warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang ditampung di Asrama Transito, Dinas Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur, berangsur-angsur dipulangkan. Di antara 228 warga Surabaya, Wali Kota Surabaya terpilih, Tri Rismaharini, mengatakan pemerintah kota telah mengembalikan sebagian dari mereka ke keluarganya.
“Ini sudah pada balik ke kampungnya, termasuk Erri (mahasiswa PENS Surabaya) juga sudah balik,” ujarnya saat ditemui Tempo di kawasan Surabaya Timur, Selasa petang, 26 Januari 2016.
Risma mengungkapkan telah menyiapkan solusi bagi mereka. Pertama, memetakan antara warga yang benar-benar fanatik dan yang hanya ikut-ikutan karena iming-iming ekonomi yang lebih baik.
Kedua, khusus warga eks anggota Gafatar yang tak memiliki harta benda lantaran rumahnya telah dijual, pemerintah Kota Surabaya siap menampungnya di rumah susun (rusun) sebagai tempat tinggal. “Tapi harapannya enggak semua tinggal di rusun.”
Risma menjamin pemerintah Kota Surabaya akan mendampingi para eks anggota Gafatar itu agar diterima di tengah-tengah masyarakat. “Setelah itu ditangani oleh teman-teman dari Bapemas dan Dinas Sosial. Didengarkan mereka maunya apa,” katanya.
Untuk itu, tiap keluarga akan disebar, tak berkumpul jadi satu dalam kompleks rusun.
Tujuannya agar eks anggota Gafatar perlahan membaur dengan masyarakat. Wali kota terbaik versi World Mayor pada Februari 2014 itu mengakui terdapat perbedaan pola pikir yang dianut para eks anggota Gafatar. Ia bercermin dari cerita yang didapat dari salah satu pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya, yang menggambarkan betapa enaknya hidup di Mempawah, Kalimantan Barat.
“Dia ngomong di sana itu kayak sama rasa sama rata, apa-apa dijalani bersama-sama. Jadi kayaknya mereka punya mimpi atau bayangan tentang sesuatu,” tuturnya. Kebersamaan itulah yang akan ia bangun kembali agar warga Kota Pahlawan eks anggota Gafatar betah setelah dikembalikan ke kampungnya. Pemerintah Kota Surabaya, kata Risma, akan membuat lingkungan di sekeliling mereka senyaman mungkin.
“Karena saya lihat mereka itu sepertinya orang-orang yang telanjur berada di zona nyaman sehingga tidak berani menghadapi tantangan. Ya enggak apa-apa. Suasana itu bisa dibuat kok di Surabaya,” tutur Risma. Ia yakin, mereka bisa melanjutkan hidup di Surabaya dengan aman dan nyaman.
ARTIKA RACHMI FARMITA