TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Sosial Masyarakat Arus Pelangi menyatakan hampir semua anggota kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia mengalami kekerasan karena orientasi seksual dan identitas gendernya. "Pada 2013, sebanyak 89,3 persen LGBT di Indonesia pernah alami kekerasan," ujar Ketua LSM Arus Pelangi Yuli Rustinawati, Rabu, 27 Januari 2016.
Yuli menjelaskan, sebanyak 79,1 persen koresponden mengaku pernah mengalami kekerasan, 46,3 persen mengalami kekerasan fisik, dan 26,3 persen dalam bentuk kekerasan ekonomi. "Dari sekian banyak LGBT mengalami kekerasan, 65,2 persen di antaranya mencari bantuan ke teman dan 17,3 persen melakukan percobaan bunuh diri," ujar Yuli.
Sebelumnya, Komunitas LGBT Intersex dan Queer (IQ) Indonesia yang diwakili Komunitas Bumi Kecil, Jaringan GWL-INA, dan Arus Pelangi menggugat pernyataan pejabat negara tentang LGBT yang diskriminatif di media massa.
Mereka menganggap pernyataan beberapa Menteri dan pejabat negara melegistimasi kelompok lain yang mempunyai kebencian kepada LGBT untuk melakukan tindakan kebencian itu. "Pada kasus ini negara tidak hadir untuk melindungi LGBT," ujar Yuli.
Koordinator Divisi Advokasi Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA) Slamet Rahardjo yang mewakili forum LGBTIQ Indonesia mengatakan semua pernyataan pejabat negara di media massa sangat diskriminatif terhadap kelompok LGBT. LGBTIQ pun menuntut pemerintah, khususnya Presiden, menindak tegas para pejabat tersebut.
"Kami meminta Presiden RI, Joko Widodo menindak tegas Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Menteri Pendidikan, Walikota Bandung dan beberapa anggota DPR yang memuat rasa kebencian kepada LGBT," ujar Slamet.
Dalam tuntutan yang dibacakan di Gedung LBH Jakarta, Rabu, 27 Januari 2016, LGBTIQ mencantumkan nama Menristek M Nasir, Mendikbud Anies Baswedan, Walkoy Bandung Ridwan Kamil, Ketua MPR Zulkifli Hasan, anggota DPR RI fraksi PPP Reni Marlinawati dan Kepala Divisi Sosialisasi Anti Kekerasan Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Erlinda.
Slamet juga meminta ketua DPR RI menindak anggota dewan yang bertindak inskonstitusional berupa ujaran diskriminatif. "Ini inskonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945, khususnya di dalam pasal 28 ayat (2) yang menjamin perlindungan bagi seluruh warga negara Indonesia dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun," ujar Slamet.
Selanjutnya Forum LGBTIQ Indonesia meminta juga kepada Jokowi untuk menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan seperti sweeping dan pengusiran paksa. "Hentikan semua kekerasan, pengusiran yang didasarkan pada orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender yang dilakukan aparat negara maupun ormas, " ujar Slamet.
Slamet juga meminta Presiden untuk memerintahkan penegak hukum untuk menindak tegas mereka yang melakukan kekerasa dan diskriminasi terhadap orang dan organisasi LGBTIQ Indonesia. "Kami juga meminta presiden segera memerintahkan Kapolri untuk menjamin keselamatan dan keamanan anggota LGBTIQ Indonesia sebagai perlindungan kepada warga Indonesia," ujar Slamet.
Forum LGBTIQ Indonesia juga menganggap larangan masuknya kelompok LGBT ke lingkungan kampus sebagai sikap pelanggaran konstitusi negara. "Mereka telah khianati konstitusi karena ini tertulis dalam pasal 28 C UUD 1945 ayat (1), yang isinya setiap orang berhak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia," katanya.
ARIEF HIDAYAT