TEMPO.CO, Yogyakarta - Turunnya harga bahan bakar minyak solar sejak awal Januari 2016 dinilai Paguyuban Awak Bus Perkotaan Yogyakarta tak berpengaruh banyak pada penghasilan harian mereka. Bahkan jumlah armada bus semakin berkurang drastis.
"Tak sampai seratus unit bus yang beroperasi sehari-harinya. Beda dengan tahun lalu yang masih 150-200 unit perhari," ujar koordinator Paguyuban Awak Bus Perkotaan Yogyakarta, Benny Wijaya, kepada Tempo, Rabu, 27 Januari 2016.
Menurut Benny, sejak harga solar diturunkan pemerintah dari harga Rp 6.700 per liter menjadi Rp 5.950 per liter, kondisi penumpang bus perkotaan justru makin sepi. Dia menggambarkan, dalam sehari hanya mengantongi pemasukan Rp 300-400 ribu, masih dipotong bahan bakar Rp 200 ribu dan setoran ke koperasi sekitar Rp 100 ribu. Padahal pada 2015, dalam sehari masih bisa menerima Rp 800-Rp 1 juta sebelum dipotong bahan bakar minyak dan setoran.
Setiap hari, menurut Benny, bus beroperasi empat kali putaran, dari pukul 05.00 WIB sampai 17.00 WIB. "Tapi seminggu ini, para awak bus memilih beroperasi pukul 05.30 dan pulang pukul 15.30. Karena sudah tak ada penumpang," katanya.
Hilangnya penumpang bus perkotaan yang kini hanya beroperasi di jalur-jalur tertentu, seperti jalur 15 dan jalur 1, diperkirakan karena makin banyaknya armada bus Transjogja yang mencapai 74 unit dan halte-halte portabel yang dibuat pemerintah.
Sebagian besar trayek perkotaan dan kabupaten memang diambil alih untuk Transjogja. Seperti jalur 7 dan 12 yang berpenumpang potensial. "Karena sepinya penumpang, bus perkotaan sekarang mulai mati suri. Apalagi terkesan tak ada keberpihakan dari pemerintah," ujar Benny.
Kepala Seksi Pengendalian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta Sigit Saryanto menuturkan pihaknya mengakui minat masyarakat pada bus perkotaan menurun. "Masyarakat memilih pelayanan, kenyamanan, dan keamanan. Ini yang mungkin menjadi pilihan tak menggunakan bus perkotaan, karena tarif sama dengan Transjogja," ujar Sigit.
Menurut Sigit, jalur yang dipakai bus perkotaan terbilang strategis dan paling ramai. "Kami tak utak-atik jalur bus perkotaan, termasuk adanya tambahan armada Transjogja tahun ini sebanyak 25 unit dari Kementerian," ujar Sigit.
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Golkari Made Yulianto menuturkan seluruh pengaturan trayek bus perkotaan menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Termasuk trayek-trayek baru Transjogja. "Tahun ini, ada penataan kembali trayek-trayek untuk bus perkotaan dan Transjogja, karena ada penambahan armada dari Kementerian," katanya.
PRIBADI WICAKONO