TEMPO.CO, Surabaya - Wali Kota Surabaya terpilih, Tri Rismaharini, berbagi kisah perjalanannya selama seminggu di Silicon Valley, San Fransisco, Amerika Serikat. Bertolak dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Rabu, 13 Januari 2016, ia membawa oleh-oleh cerita saat berkunjung ke Negeri Paman Sam itu. Tak hanya mendampingi tim Masaku, pemenang kompetisi Startup Sprint Surabaya 2015, perempuan 54 tahun itu mengusung misi sekaligus mimpi Surabaya menjadi pusat startup alias perusahaan rintisan berbasis teknologi.
“Yang paling penting nanti kami cari startup yang aplikasinya benar-benar bermanfaat untuk warga Indonesia dan sesuai dengan kondisi riil Indonesia,” ujarnya saat ditemui Tempo di kawasan Surabaya Timur, Selasa petang, 26 Januari 2016. Ia menegaskan, perjalanannya kemarin tidak untuk mengadopsi mentah-mentah ekosistem dan teknologi startup Silicon Valley ke Surabaya.
Risma menuturkan, ia berkunjung ke banyak tempat di Negeri Abang Sam. Sebagian besar ke tempat-tempat rujukan pebisnis startup, di antaranya Startup Weekend yang setiap pekan menciptakan aplikasi-aplikasi teknologi terbaru. Ia juga datang ke F50, salah satu akselerator startup yang menjadi platform sindikasi modal ventura dari seluruh dunia untuk menemukan dan mendanai generasi startup berikutnya.
“Aku juga ke Google, Facebook, termasuk pemodal ventura yang tertarik mendanai startup di Surabaya,” tuturnya tanpa mau merinci lebih lanjut. Ia hanya menambahkan sedikit bocoran, “dalam waktu dekat dia mau ke Surabaya.”
Tak cukup mengunjungi gudang startup dibikin di Bay Area itu, Risma secara khusus mengajak kerja sama beberapa akselerator terkemuka untuk menjadi tempat magang anak-anak muda Surabaya nantinya. Beberapa di antaranya ialah StartX, salah satu akselerator yang dibiayai Stanford University dan Global Silicon Valley.
Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu menegaskan, startup tak boleh sekadar bicara tentang teknologi, tapi juga soal kehidupan. “Yang aku mau bangun itu ekosistem yang menyatukan semua itu. Enggak asal dipakai, seolah-olah itu bagus dan mendatangkan uang,” katanya.
Aplikasi yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari lebih dibutuhkan. Simpel dan memberikan solusi bagi kehidupan. Ia mencontohkan, aplikasi bisa dipakai untuk mengatur penghematan listrik hingga mengontrol penggunaan air. Di sana sudah ada larangan mencuci mobil, siram-siram rumput. Tanaman hias pun diganti kaktus semua sama palem-paleman.”
Hal itu, kata dia, sebenarnya bisa dicegah mulai sekarang dengan mengetahui dan mengontrol sumber air baku. Dari sana dapat diketahui sumber mana yang masih tersedia maupun yang kritis. Karenanya, tak sampai terjadi krisis air di Indonesia. “Intinya, memadukan teknologi hardware dengan software. Informasinya terintegrasi, bukan sekadar memadukan apa yang ada di software.”
ARTIKA RACHMI FARMITA