TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk prioritas Program Legislasi Nasional 2016. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief menganggap undang-undang tersebut belum perlu direvisi.
"Kami melihat bahwa Undang-Undang KPK sekarang masih memadai untuk menunjang kinerja KPK," kata Laode melalui pesan pendek, Selasa, 26 Januari 2016.
Ada empat poin revisi yang diusulkan pemerintah. Pertama, penyadapan harus sesuai ketentuan Mahkamah Konstitusi. Kedua, KPK diberi kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) jika tersangka/terdakwa meninggal. Ketiga, KPK diberi kewenangan mengangkat penyidik independen. Terakhir, pembentukan Dewan Pengawas KPK.
Baca: RUU Tax Amnesty dan RUU KPK Tetap Masuk Prolegnas 2016
Menurut Syarief, empat poin yang bakal menjadi bahasan utama itu sedang dipelajari pimpinan periode sekarang. Sebelumnya, pemerintah mengklaim empat poin revisi itu merupakan usulan dari Pimpinan KPK yang diketuai Taufiequrachman Ruki. "Tapi KPK tidak mau ada pelemahan KPK," ujar Syarief.
Sejak awal, kata Syarief, KPK menginginkan tidak perlu izin soal penyadapan. Ihwal Dewan Pengawas, pimpinan periode saat ini juga menolaknya. "Kecuali hanya mengawasi etik. Tapi sebenarnya tidak perlu karena sudah ada penasihat sekarang yang segera kami rekrut," ujar mantan akademikus Universitas Hasanuddin itu.
Baca Juga: Prolegnas 2016 Diketuk DPR, Gerindra Tolak Revisi UU KPK
Terkait dengan kewenangan SP3, Syarief menganggap tidak baik untuk KPK. Dia khawatir KPK ke depan disalahgunakan. "Takutnya KPK ke depan tidak hati-hati dan punya potensi disalahgunakan sebagaimana terjadi di penegak hukum lain."
LINDA TRIANITA