TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Pemantau Peradilan memberikan catatan bagi inkumben Jaja Ahmad Jayus, yang kembali terpilih sebagai pemimpin Komisi Yudisial periode 2015-2020. Ketua Divisi Riset Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Dio Ashar Wicaksono mengatakan Jaja harus memperbaiki kinerja yang selama lima tahun lalu kurang berkontribusi terhadap perkembangan lembaga pengawasan hakim tersebut. "Kami berharap pada periode sekarang kinerjanya jauh lebih baik," katanya melalui pesan pendek, Selasa, 26 Januari 2016.
MaPPI, bersama koalisi, menjadi salah satu pemantau selama seleksi calon pemimpin Komisi Yudisial. Mereka sempat memberikan sejumlah dokumen sebagai laporan masyarakat kepada panitia seleksi tentang rekam jejak sejumlah nama calon, termasuk Jaja. Koalisi mencatat Jaja dinilai kurang bekerja sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Sumber Daya Manusia selama lima tahun. Jaja dituding mengabaikan sejumlah gejolak di karyawan internal. "Sebelumnya memang dianggap kurang maksimal kerjanya."
Dalam laporan masyarakat yang lain, Jaja dituding sebagai pemimpin Komisi Yudisial yang cari aman dan ogah berpolemik dalam pengambilan keputusan pada rapat atau pleno. Panitia sempat mencecarnya dalam tes wawancara dengan dugaan tak memiliki jiwa kepemimpinan karena menghindari konflik. "Untuk menghindari konflik, benar. Tapi itu untuk mengedepankan keseimbangan," kata Jaja dalam tes wawancara. "Saya ada debat saat panel pemeriksaan."
Toh, panitia tetap mengajukan nama Jaja setelah Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menolak dua calon dari kategori akademikus, yakni mantan hakim konstitusi Harjono dan dosen FH Universitas Indonesia, Wiwiek Awiati. Selain Lektor Kepala Fakultas Hukum Universitas Pasudan tersebut, panitia mengajukan mantan Dekan FH Universitas Muhammadiyah Solo Aidul Fitriciada Azhari.
Koalisi tak memberikan catatan mengenai Aidul. Toh, selama seleksi, Aidul sempat dicecar soal independensi akibat terlalu dekat dengan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Aidul dilaporkan pernah menulis buku biografi tentang Wiranto saat menjabat Panglima Angkatan Bersenjata. Aidul juga dilaporkan sempat mendesak Rektor Universitas Gajah Mada Pratikno menerima Wiranto dalam program doktoral. "Saya memang menulis, tapi saya jamin independen," ujarnya saat tes wawancara. "Saya tak pernah memaksa masuk Wiranto ke UGM."
FRANSISCO ROSARIANS