TEMPO.CO, Jakarta - DPR memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2016 yang disahkan pada rapat paripurna, Selasa, 26 Januari 2016.
Namun pengesahan tersebut mendapat penolakan dari Fraksi Gerindra. Menurut anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Gerindra, Muhammad Syafii, fraksinya belum bisa menerima revisi UU KPK dimasukkan dalam Prolegnas 2016.
"Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, hak luar biasa harus diberikan kepada KPK. Kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan harus extra ordinary. Kewenangan penyadapan harus extra ordinary. Termasuk juga soal SP3," ujar Syafii.
Baca: Presiden Jokowi Tolak Revisi UU KPK
Syafii pun meminta pimpinan DPR agar memberikan catatan dalam pengesahan Prolegnas 2016 itu. "Bahwa Fraksi Partai Gerindra belum menyetujui dimasukkannya revisi UU KPK dalam Prolegnas 2016," Syafii menegaskan.
Program Legislasi Nasional 2016 mencakup 40 Rancangan Undang-Undang Prioritas dari usulan sebanyak 132 RUU. "DPR mengusulkan 87 RUU, pemerintah 27 RUU, dan DPD 18 RUU," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo yang melaporkan Prolegnas 2016 tersebut.
Menurut Firman, dari 132 usul itu, terdapat beberapa RUU yang memiliki kesamaan judul dan substansi sehingga menyisakan 124 RUU. "Tapi 124 RUU itu tidak mungkin diakomodasi semua dalam Prolegnas 2016, mengingat keterbatasan waktu. Baleg sepakat 40 RUU masuk dalam Prolegnas 2016," tuturnya.
Dari 40 RUU tersebut, ujar Firman, terdapat 25 RUU yang diusulkan oleh DPR, 13 RUU diusulkan oleh pemerintah, dan 2 RUU yang diusulkan oleh DPD. "Selain itu, telah disepakati juga 5 RUU Kumulatif Terbuka," ucap politikus dari Partai Golkar tersebut.
Hingga kini, menurut Firman, terdapat 14 RUU lungsuran dari Prolegnas 2015 yang sudah masuk pembahasan tingkat I. Sebanyak tiga RUU, kata dia, tinggal menunggu amanat presiden. Lima RUU juga sedang dalam tahap harmonisasi. "Sisanya, ada 18 RUU baru yang diusulkan, baik oleh pemerintah, DPR, maupun DPD," tuturnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI