TEMPO.CO, Solo - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyiapkan tim psikolog untuk memberikan pendampingan kepada eks anggota Gerakan Fajar Nusantara yang dipulangkan. Para psikolog itu akan membuka posko yang memberikan layanan konseling paling singkat enam bulan.
Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNS Hardjono mengatakan para eks anggota Gafatar itu diduga mengalami trauma. "Mereka membutuhkan pendampingan melalui sebuah crisis center," katanya, Selasa, 26 Januari 2016.
Salah satu pemicunya pembakaran rumah serta pengusiran yang dilakukan oleh warga di sekitar permukiman baru mereka. Selain itu, mereka khawatir tidak akan diterima oleh lingkungan asal setelah dipulangkan. "Bahkan ada yang memang sudah tidak memiliki harta sehingga tidak punya lagi perencanaan hidup."
Menurut Hardjono, trauma itu membutuhkan penanganan khusus dari psikolog agar mereka bisa kembali normal. "Ada enam psikolog yang masuk dalam tim ini," katanya. Selain itu, ada puluhan relawan mahasiswa psikologi semester akhir yang akan ikut membantu.
Tim akan memberikan pendampingan di Asrama Haji Donohudan Boyolali. Saat ini ada ratusan eks anggota Gafatar yang ditampung di asrama itu. "Kami tengah berkoordinasi dengan beberapa pihak, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah."
Hanya saja, rencana penampungan yang lamanya hanya lima hari diyakini tidak akan cukup untuk mengobati trauma itu. "Kami akan membuat posko di kampus," katanya. Mereka berharap bisa memberi terapi lanjutan di posko.
Salah seorang spikolog yang masuk dalam tim, Nugroho, menjelaskan posko itu akan dibuka hingga enam bulan ke depan. "Setelah enam bulan kami akan mengevaluasi kondisi mereka." Jika masih diperlukan, UNS akan memperpanjang operasi posko itu.
Menurut Nugroho, dalam kondisi seperti sekarang, eks anggota Gafatar membutuhkan terapi psikologi ketimbang upaya untuk mengembalikan keyakinan dan pemikiran mereka dari pengaruh Gafatar. "Mereka masih diliputi rasa takut, cemas, hingga tertindas sehingga belum bisa berpikir jernih."
Melalui pendampingan psikologi, pemerintah juga bisa mengetahui sistem 'cuci otak' yang dialami oleh para eks pengikut Gafatar. "Sehingga cara mengembalikan pemikiran yang dilakukan juga bisa efektif."
AHMAD RAFIQ