TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal), Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Karawang, Mahpudin menyatakan banyak oknum perusahaan yang sembarangan membuang limbah B3 di tempat yang tidak semestinya. "Bahkan ada yang dibuang di jalan tol dan di pemukiman warga," ucapnya, kepada wartawan saat hendak melakukan tinjauan di Karawang, Senin, 25 Januari 2016.
Dalam suatu tinjauan, Mahpudin mendapat laporan warga ihwal pembuangan limbah di RT 05 RW 07, Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang. M Bahadur, ketua RT setempat merasa tertipu pada Jumat, 22 Januari 2016 lalu, seorang warganya bernama Said menawarkan bahan material untuk mengurug jalanan kompleks perumahan Griya Mas Karawang yang sering becek terendam air.
"Saat itu, saya tidak tahu kalau material yang dia jual adalah limbah B3. Saya kira material itu kerak oli. Said bilang, material itu baik setelah disiram solar," ujar Bahadur, saat ditemui Tempo, Minggu, 24 Januari 2016.
Bahadur sepakat membeli tiga dump truck limbah itu. Ia mengaku tergoda karena bahan material padat itu harganya murah. "Satu dump truck seharga Rp 500 ribu. Lebih murah dari kerikil, koral maupun berangkal," katanya.
Pantauan Tempo, tumpukan limbah padat B3 berwarna hitam memenuhi permukaan jalan kompleks perumahan Griya Mas Karawang. Lubang jalan yang biasa digenangi air ditambal oleh material itu. "Teksturnya seperti kerikil. Sangat baik meresap air. Setelah diurug, tidak ada genangan air di sepanjang jalan ini," kata Bahadur.
Mahpudin menyebut limbah itu adalah Slag. Ia mengkhawatirkan, saat musim hujan ini, kandungan limbah slag besi tersebut akan terserap kedalam tanah, sehingga mempengaruhi kualitas air tanah warga. "Slag ini mengandung logam berat yang tinggi. Jika dikonsumsi oleh manusia melalui air akan menyebabkan penyakit kanker," kata dia.
BPLH akan melakukan penyelidikan kepada jasa pengangkut yang telah menjual belikan limbah tersebut. Mahpudin mengatakan, seharunya limbah jenis Slag itu diserahkan kepada pngelola limbah bukan kepada masyarakat. "Langkah terdekat kita sudah berkomunikasi dengan pemerintah desa untuk segera mengangkut limbah itu. Kami akan mengawasi supaya limbah itu diserahkan kepada penampung atau pemanfaat yang berizin," pungkasnya.
Di Cirebon, ratusan siswa sekolah di pesisir Kota Cirebon juga khawatir akan terjadinya pencemaran lingkugan. Mereka berunjuk rasa memprotes aktivitas bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon.
Berdasarkan pantauan, ratusan siswa tersebut melakukan aksi long march berjalan kaki dari sekolah mereka ke Balaikota Cirebon pada Senin 25 Januari 2015. Namun sebelumnya ratusan siswa yang berasal dari SMP dan SMA Santa Maria, SMP Darul Hikam, SMA Muhammadiyah dan SMA Al Irsyad pun berhenti terlebih dahulu di pintu Pelabuhan Cirebon. Usai melakukan orasi, mereka pun melanjutkan aksinya ke Balaikota Cirebon di Jalan Siliwangi Kota Cirebon.
Bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon yang mendapatkan protes dari berbagai pihak sempat dihentikan. Namun karena banyaknya antrian tongkang batu bara ditambahkan alasan keamanan karena batu bara di atas tongkang sudah mengeluarkan asap, akhirnya aktivitas bongkar batu bara pun dibuka kembali. Pembukaan kembali aktivitas bongkar batu bara pun mendapatkan protes dari warga di sekitar Pelabuhan Cirebon dan anggota DPRD Kota Cirebon.
Setiap tahun ada sekitar 3 juta batu bara yang bongkar di Pelabuhan Cirebon. Pasokan batu bara itu sebagian besar berasal dari Pulau Kalimantan dan sebagian besar digunakan untuk bahan bakar pabrik dan PLN di Bandung, wilayah Cirebon dan Jawa Tengah.
HISYAM LUTHFIANA | IVANSYAH