TEMPO.CO, Semarang - Bekas anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) meminta solusi paska pemulihan usai dipulangkan dari tepat tinggal di Kalimantan. Mereka mengaku sudah tak punya aset di tanah asal dan terlanjur membuka usaha pertanian di Kalimantan.
“Dipulangkan ke kampung bukan solusi, kami tak punya apa-apa justru kena stigma eks,” kata Nuril Aji Angriono, 34 tahun, bekas anggota Gafatar saat ditemui di ruang tunggu penumpang di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Senin 25 Januari 2016.
Sebanyak 351 eks anggota Gafatar yang dipulangkan dari Pontianak dengan KRI Gilimanuk mendarat di Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang Senin dini hari 25 Janurai 2016.
Nuril berharap bisa melanjutkan cita-citnya yang telah membuka usaha pertanian di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah, Kalimantan Selatan. Dia bersama istri dan dua anaknya berangkat ke Mempawah pada 7 November 2015. Dia membantah telah pergi diam-diam, karena dia berpamitan dengan keluarga dan tetangga.
Di permukimban baru di Kalimantan dia mengaku tak berbenturan dengan masyarakat setempat. Bahkan mereka sangat akrab, karena petani di sana perlu penggarap untuk memproduksi hasil pangan di lahan mereka yang luas. “Saat dievakuasi, mereka (warga setempat ) mencari kami. Saat menuju ke pelabuhan tas saya dibawakan. Mereka baik,” kata Nuril.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan sudah koordinasi dengan Menteri Sosial untuk mencari soluasi yang diinginkan bekas anggota Gafatar yang dikembalikan ke kampungnya. “Apakah mereka ditransmigrasikan? Saat ini pendekatan dulu terhadap mereka apa yang mereka inginkan,” kata Ganjar Pranowo usai mengunjungi di pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Menurut Ganjar, pemerintah siap membantu bila nanti eks-Gafatar ditransmigrasikan. Tapi dia memastikan eks-Gafatar tak akan dijadikan dalam satu kelompok.
EDI FAISOL