TEMPO.CO, Samarinda - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sudah mengalokasikan dana untuk memulangkan eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke kampung halaman. Sesuai jadwal, Pemerintah Kabupaten bersama polisi dan TNI akan memulangkan 235 eks anggota Gafatar yang bermukim di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara.
"Biaya termasuk pengeluaran personel pendamping kurang-lebih kami siapkan Rp 500 juta dari anggaran dana tak terduga," kata Davip Haryanto, juru bicara Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Senin, 25 Januari 2016.
Sesuai jadwal, semua warga eks Gafatar di Desa Karya Jaya, Samboja, Kutai, akan dipulangkan ke kampung halaman pada Selasa, 26 Januari 2016, sekitar pukul 20.00 Wita. Sebanyak 235 orang, termasuk anak-anak dan perempuan, dipulangkan ke Sulawesi Selatan menggunakan kapal laut tujuan Makassar.
Menurut Davip, keberangkatan akan didampingi Kepolisian Resor Kutai Kartanegara, Kodim, dan pejabat daerah lewat Pelabuhan Semayang, Kota Balikpapan. "Tak hanya memulangkan, kami juga beri pendampingan tenaga kesehatan agar semua dalam kondisi sehat tiba di kampung," ujar Davip.
Kepala Kepolisian Sektor Samboja Ajun Komisaris Dika Yosep Anggara mengatakan hingga kini tetap dilakukan pengamanan di kamp warga eks Gafatar agar mereka tak diintimidasi warga sekitar. "Setelah didata, ternyata jumlah mereka 235, bukan 227 orang. Semua asal daerah di Sulawesi Selatan," tutur Dika.
Pemulangan warga eks Gafatar di Samboja sesuai tenggat waktu yang diberikan warga dalam pertemuan sebelumnya, yakni diberi waktu sepekan terhitung dari 20 Januari 2016. Warga Samboja menolak eks Gafatar bertani di wilayahnya lantaran sudah meresahkan. Terlebih lagi ajaran mereka dianggap sesat.
Ketua Gerakan Pemuda Anshor Kalimantan Timur Fajri Al Faroby mempertanyakan keberadaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kantor Wilayah Departemen Agama saat eks anggota Gafatar memerlukan pendampingan. Pemulangan eks Gafatar, menurut Roby, tak menyelesaikan masalah karena secara akidah belum ada pendampingan hingga ke arah yang benar.
"Jangan sampai mereka dipulangkan justru menimbulkan masalah di kampung halaman, karena dasarnya belum diperbaiki," ucap Roby.
Menurut Roby, MUI dan Kementerian Agama seharusnya berada di tengah mereka, mendampingi atau mengarahkan ke jalan yang benar. Roby menilai kerja dua lembaga itu terkesan elitis dan hanya menjadi stempel sesat kepada kelompok eks Gafatar.
"Mereka, kan, punya anggaran pendampingan. Di saat seperti ini harusnya MUI dan Departemen Agama turun tangan, jangan melepas begitu saja setelah mengecap mereka sesat," katanya.
FIRMAN HIDAYAT