TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki mental yang kuat, tapi tidak disertai dengan kesiapan teknis jika sewaktu-waktu ISIS menyerang. Demikian diungkapkan Direktur Saiful Mujani Search and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan.
"Secara mental kita siap, tapi teknis tidak. Ini yang harus kita waspadai," ujarnya di Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016.
Kuatnya mental masyarakat Indonesia, kata Djayadi, dapat diketahui dari keberadaan ISIS di Indonesia yang tidak menimbulkan ketakutan, meskipun hal itu dipengaruhi beberapa aspek.
Dari segi domisili dan pendapatan, orang yang berdomisili di kota lebih merasa tidak aman daripada masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedangkan dari segi pendapatan, yang berpendapatan tinggi merasa lebih tidak aman daripada yang pendapatannya rendah.
Menurut Djayadi, hasil survei yang menunjukkan orang pedesaan tidak terlalu takut dengan keberadaan ISIS dapat dibuktikan dengan mudahnya menerima kelompok radikal yang memasuki lingkungan mereka. "Terorisme akan lebih mudah diterima di daerah pedesaan karena selama ini, kalau teroris mau ditangkap, pasti sembunyi dan larinya ke pedesaan," katanya.
Selain itu, kelompok orang yang pendidikannya rendah dan jenis kelaminnya laki-laki, berdasarkan survei, tingkat rasa tidak amannya rendah atas keberadaan ISIS di Indonesia. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, kata Djayadi, semakin tinggi juga rasa ketidaknyamanannya terhadap keberadaan ISIS di Indonesia.
"Kenapa perempuan lebih takut dan merasa tidak aman? Sebab, perempuan sering dijadikan target oleh ISIS," ucapnya.
Adapun berdasarkan tingkat usia, kebanyakan orang atau masyarakat yang umurnya masih muda lebih merasa tidak aman daripada orang yang sudah tua. Sebab, kebanyakan pelaku teror adalah orang-orang muda.
ANTARA