TEMPO.CO, Jakarta - Pemulangan warga eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sedikit terhambat pada hari ini. Mereka berkukuh tak mau pulang ke daerah asalnya. Seharusnya malam ini warga eks Gafatar itu dipulangkan dengan pesawat komersil melalui Bandar Udara supadio, Pontianak, Kalimantan Barat.
“Sudah seperti yang kami katakan, kami tidak mungkin pulang. Buat apa, di tempat asal juga kami tidak diterima. Kami dikucilkan,” kata Maryadi, 47 tahun, warga eks Gafatar asal Tangerang. Dia mengatakan sudah membulatkan tekadnya untuk pergi ke daerah lain dan memulai hidup baru. Dia bahkan meminta agar Presiden Joko Widodo, mau melihat permasalahan ini dan memahami keinginan warganya.
Baca Juga:
Harto (42) asal Malang mengatakan, lebih baik pemerintah memikirkan untuk merelokasi mereka ke daerah baru, dari pada kembali ke daerah asal. “Buat apa, lebih baik kami ke luar negeri saja kalau begitu,” katanya.
Puji (48) warga eks Gafatar lainnya berpendapat, jika ada sebuah pulau kosong, mereka bersedia untuk bercocok tanam di daerah tersebut. Namun tidak kembali ke daerah asal.
Mengingat situasi dan kondisi, ternyata tim pemulangan eks Gafatar memilih segera mengembalikan mereka ke daerahnya dengan penerbangan komersial. Pengembalian warga dilakukan dalam tiga penerbangan, dan dimulai pukul 21.30 WIB malam ini.
Selanjutnya, pada 23 Januari 2016, pukul 06.00 WIB, KRI Teluk Gilimanuk akan bergeser ke Pelabuhan Dwikora Pontianak, dan warga eks Gafatar akan diangkut ke pelabuhan untuk embarkasi. Saat ini pendataan warga masih dilakukan. Beberapa anggota TNI bahkan membujuk warga eks Gafatar untuk mau dicatat datanya dan didaftarkan dalam manifest pesawat. Namun setelah negosiasi panjang, akhirnya warga eks Gafatar dibawa ke Bandara Supadio Pontianak.
ASEANTY PAHLEVI