TEMPO.CO, Kupang - Ribuan pengungsi Gunung Egon mengeluhkan kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan memasak, mandi, dan mencuci. Pengungsi yang berasal dari Desa Egon Gahar di Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu terpaksa berjalan kaki sejauh 1-2 kilometer untuk mendapatkan air bersih guna kebutuhan memasak, mandi, dan mencuci.
Selama ini, di pengungsian, pemerintah hanya menyediakan dua tangki air bersih untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekitar 1.200 pengungsi Gunung Egon. Walhasil, para pengungsi terpaksa mengkonsumsi air kali yang letaknya cukup jauh dari lokasi pengungsian. ”Sejak mengungsi, kami kesulitan air bersih, sehingga terpaksa meminum air kali,” kata Marta, warga Egon Gahar, yang mengungsi ke kamp pengungsian, Jumat, 22 Januari 2016.
Akibat mengkonsumsi air kali, menurut dia, anak- anak di pengungsian mulai menderita gatal-gatal. Karena itu, mereka berharap pemerintah memberikan bantuan air bersih bagi pengungsi. ”Dua tangki air bersih bagi pengungsi, jelas kurang,” ucapnya.
Wakil Bupati Sikka Paolus Nong Susar mengatakan pihaknya telah membangun dapur umum di pengungsian serta dilengkapi fasilitas mandi-cuci-kakus (MCK), alat-alat dapur, bantal, selimut, dan kasur. ”Ada pula fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak pengungsi,” katanya.
Gunung Egon mulai menyemburkan asap beracun setelah statusnya dinaikkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dari waspada (level II) ke siaga (level III). Gunung Egon, yang terletak di Pulau Flores, memiliki ketinggian 1.703 meter di atas permukaan laut. Gunung Egon kembali aktif pada 2006 setelah vakum selama 75 tahun. Sebelumnya, gunung tersebut meletus dahsyat pada 1925.
Egon kembali meletus pada 28 Januari 2004 hingga Agustus-September 2004. Pada 15 April 2008, gunung tersebut kembali meletus dengan indeks eksplosivitas (VEI) 2 dan ketinggian letusan 5.700 meter.
YOHANES SEO