TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menganggap kemunculan Gerakan Fajar Nusantara alias Gafatar sebagai bencana sosial. Meski begitu, mereka yang menjadi korban gerakan ini dilarang dimusuhi.
"Karena ini bencana sosial, penanganannya pun berbeda," ucap pelaksana tugas Sekretaris Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono, seusai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia, Jakarta, Jumat, 22 Januari 2016. "Kami membantu mereka kembali ke masyarakat. Jangan dimusuhi. Harus dibantu.”
Penanganan bencana sosial membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Setiap kementerian yang terkait diberi tugas berdasarkan kewenangannya. Kementerian Sosial, kata dia, bertugas memastikan para korban tersebut mendapat akses kebutuhan dasar. Adapun Kementerian Dalam Negeri mengkoordinasi penyambutan kedatangan mereka. Bersama Kepolisian RI, Kementerian Dalam Negeri harus memastikan mereka kembali ke asalnya dalam kondisi yang kondusif.
Pemerintah saat ini sedang menunggu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia mengenai status organisasi tersebut. Kementerian Agama bersiap memasukkan mantan anggota Gafatar ke pesantren. "Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertugas memastikan mereka mendapat akses pendidikan," kata Agus.
Sejak berdiri pada 2012, komunitas Gafatar merekrut sejumlah warga. Kelompok yang mengklaim diri sebagai organisasi masyarakat ini ditolak masyarakat. Pemerintah, menurut Kejaksaan Agung, telah menetapkan organisasi ini ilegal. Organisasi ini dianggap sebagai wajah baru dari Komunitas Millah Abraham (Komar) dan Al-Qiyadah al-Islamiyah. Padahal komunitas ini telah dilarang pemerintah melalui penerbitan Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-116/A/JA/11/2007, yang didasari fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007.
Organisasi Gafatar kembali muncul setelah dokter Rica Tri Handayani, yang menghilang bersama anaknya sejak 30 Desember 2015, ditemukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Senin, 11 Januari 2016. Terakhir, kediaman eks anggota Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat, dibakar warga. Pemerintah kini tengah berupaya memulangkan mereka kembali ke daerah asal.
Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera mengeluarkan fatwa untuk organisasi Gafatar. Mereka ingin MUI melarang muslim mengikuti ajaran Gafatar lantaran dianggap menyimpang dari ajaran agama sebenarnya.
MAYA AYU PUSPITASARI