TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum, HAM, dan Keamanan DPR, Arsul Sani, mengatakan rencana pembentukan panitia kerja (panja) kasus Freeport yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto tidak perlu dipermasalahkan. Pembentukan panja, menurut dia, merupakan salah satu bentuk DPR mengawasi proses hukum kasus itu.
"Fungsi panja itu melakukan pengawasan terhadap proses yang dilakukan penegak hukum. Tidak boleh mendikte. Atau beri penilaian terhadap alat bukti. Itu bukan kewenangan panja atau DPR," ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 21 Januari 2016.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan kewenangan DPR sebatas pengawasan. Ia mencontohkan saat anggota Komisi mempertanyakan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggeledah ruang kerja.
Menurut dia, hal itu berbeda dengan intervensi, yang lebih mengarahkan penegak hukum tersebut dalam bertindak. "Misalnya, ada yang minta kenapa si A enggak diperiksa atau semacamnya. Itu intervensi," katanya.
Arsul mengatakan saat ini Komisi III sudah memiliki tiga panja yang terkait dengan penegakan hukum, yaitu Panja KUHAP, Panja KUHP, dan panja penegakan hukum. Arsul berpendapat tindakan membentuk panja baru, Panja Freeport, merupakan langkah terburu-buru.
"Kalau PPP lebih mengusulkan panja penegakan hukum yang ada diefektifkan," tuturnya. Panja penegakan hukum ini biasanya menangani kasus-kasus yang berkaitan, seperti, kasus Sumber Waras. Menurut dia, jangan hanya karena kasus “Papa Minta Saham” Freeport ini mendapat perhatian besar publik, panja khusus harus dibuat.
Tadi malam, Komisi III menambahkan catatan dalam kesimpulan setelah menggelar rapat dengan Kejaksaan Agung. Catatannya, panja kasus Freeport akan dibentuk untuk mengawasi kinerja Kejaksaan dalam mengusut kasus ini. Pro dan kontra sempat mewarnai pembacaan catatan ini. Namun, pada akhirnya, Ketua Komisi III Aziz Syamsudin mengetuk palu mengesahkan kesimpulan itu.
EGI ADYATAMA