TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) baru saja menerima laporan dari Gerakan Pemuda Ansor mengenai buku ajaran agama untuk murid taman kanak-kanak di Depok, Jawa Barat, yang berisi ujaran radikal. Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda mengatakan dalam buku yang dilaporkan itu terdapat 32 ujaran yang berbau radikalisme.
Ia mengatakan penyebaran ujaran radikalisme melalui buku harusnya menjadi perhatian serius semua kalangan. “Kekerasan terhadap anak tidak hanya fisik tapi juga berupa ajaran radikalisme,” kata Erlinda di Mabes Polri, Kamis, 21 Januari 2016.
Rabu kemarin, GP Ansor menemukan buku agama berjudul Anak Islam Suka Membaca berisi ujaran radikalisme. Beberapa kalimat yang identik dengan ujaran radikalisme di dalam buku ini, di antaranya "sahid di medan jihad", "gegana ada di mana", "hati-hati zona bahaya", "basoka dibawa lari", serta "bahaya sabotase".
Temuan GP Ansor ini langsung dilaporkan ke KPAI. Erlinda mengatakan lembaganya bergegas menyikapi laporan tersebut dengan mengadu ke Mabes Polri hari ini. Ia berharap polisi mengusut temuan GP Ansor tersebut.
Erlinda menyarankan agar orang tua dan guru lebih waspada terhadap setiap buku ajar anak. Caranya, kata dia, sebelum buku-buku itu dibagikan kepada anak-anak, guru dan orang tua wajib membacanya terlebih dahulu. Sehingga mereka mengetahui apakah buku itu bebas dari ajaran berbau pornografi maupun radikalisme.
“Kalau caranya masih seperti ini, kami akan terus kebobolan, padahal tugas guru dan orang tua harus melakukan filter,” kata dia. Menurut dia, buku berisi ajaran radikalisme tersebut merupakan bagian dari kekerasan terhadap anak. Sebab tidak selayaknya anak-anak mendapatkan buku ajar seperti itu.
Kepada Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan polisi akan mengkaji 32 kalimat radikalisme yang dilaporkan oleh KPAI ke Mabes Polri itu. Tujuannya untuk mencari penanggung jawab beredarnya buku ajar tersebut.
AVIT HIDAYAT