TEMPO.CO, Banda Aceh - Aktivis antikorupsi dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh menyelesaikan belasan kasus korupsi yang mangkrak. “Ada 17 kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan di Aceh yang macet,” ujar koordinator MaTA, Alfian, saat mendatangi Kejaksaan Tinggi Aceh, Rabu, 20 Januari 2016.
Alfian mengatakan sebagian kasus korupsi itu malah dihentikan penyelidikannya. “Juga ada lima kasus yang dimintakan oleh pengadilan untuk dilanjutkan pemeriksaan kembali, tetapi belum diproses,” ujarnya.
Salah satunya dugaan korupsi proyek normalisi Kuala Gigieng, Aceh Besar. Proyek itu memakai Dana Alokasi Khusus (DAK) Aceh Besar 2008, sebesar Rp 2 miliar. Kejaksaan telah menyelidiki kasus ini sejak 2010. ”Tapi kemudian kasusnya berhenti, tidak dilanjutkan,” kata Alfian.
Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Raja Nafrizal mendukung tindakan aktivis itu. “Jika macet di polisi, bisa lapor ke jaksa, jika macet di jaksa, bisa ke KPK. Tidak bisa lagi sekarang menutup-nutupi kasus korupsi,” ujarnya.
Adapun penyebab kasus korupsi yang macet karena ada sejumlah kendala, di antaranya belum adanya jawaban Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Aceh tentang kerugian negara dalam kasus korupsi itu. Misalnya, kasus Kuala Gigieng. “Kasusnya bukan tidak dilanjutkan, hanya belum dilanjutkan,” kata Hentoro Cahyono, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh.
Hentoro meminta dukungan aktivis antikorupsi untuk dapat membantu sebagai mitra dan bukan lawan. “Jika ada bukti-bukti baru dan bukan sekadar asumsi, saya minta untuk melaporkan kepada kami,” ujarnya.
ADI WARSIDI