TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas menyambut baik usulan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme dan juga Undang-Undang tentang Intelijen Negara. Namun, menurut dia, revisi tersebut harus dilakukan untuk tujuan jangka panjang.
"Yang penting untuk jangka panjang. Kalau hanya insidentil, hanya diperkuat kewenangannya saja, dan malah berlebihan sehingga melanggar HAM, ya tidak bisa," kata Ibas di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 20 Januari 2016.
Ibas mengaku tak masalah apabila revisi UU tersebut diperlukan untuk menguatkan penanganan terorisme atau intelijen negara ke depannya. "Kami siap kalau itu bisa menjadi kepentingan bersama tanpa harus mengubah pokok-pokok pikiran UU terdahulu," kata putra kedua mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Akan tetapi, menurut Ibas, fraksinya akan melihat terlebih dahulu apakah UU Terorisme telah bisa mengakomodir kepentingan pencegahan atau belum. Yang penting, kata dia, mekanisme di parlemen harus dilalui. "Mengubah UU itu prosesnya lama. Intinya kan harus dua belah pihak yang terlibat, parlemen dan pemerintah," tuturnya.
Topik Terkait:
Revisi UU Antiterorisme
Ibas pun akan mempertimbangkan masukan dari Ketua DPR Ade Komaruddin kepada pemerintah untuk menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Kami lihat dulu apakah itu urgent untuk dikeluarkan. Harus konsolidasi dulu lintas fraksi dan juga dengan pemerintah," ujarnya.
Ibas menyarankan agar semua stakeholder terkait, seperti Polri, TNI, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan juga Badan Intelijen Negara untuk duduk bersama. "Jangan sampai overlaping. Kita berikan kewenangan, ternyata sudah ada di tempat lain," kata Ibas menambahkan.
Pada rapat koordinasi pada 19 Januari 2016 kemarin, pemerintah dan para kepala lembaga negara sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Dalam pertemuan di Istana Negara itu, Ketua DPR Ade Komaruddin juga hadir.
Ade menyetujui revisi UU tersebut, akan tetapi inisiatif revisi harus datang dari pemerintah. Opsi kedua, jika kondisi saat ini dinilai sudah genting, Ade menyarankan agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
ANGELINA ANJAR SAWITRI