TEMPO.CO, Surabaya -Tim Kajian Kelayakan Teknis dan Sosial asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bersiap melanjutkan penelitiannya di kawasan semburan lumpur Lapindo. Tim yang dibentuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu akan mengevaluasi rencana pengeboran tiga sumur gas baru oleh Lapindo Brantas Inc. Sekaligus melanjutkan hasil penelitian yang dilakukan terakhir pada 2010.
Salah satu masalah yang mengintai rencana pengeboran sumur gas TG-1, TG-2, dan TG-4 itu adalah penurunan tanah (land subsidence). “Selama kami meneliti pada 2006-2010, penurunan tanah di pinggir Jalan Raya Porong lebih dari dua meter,” kata Ketua Tim Amien Widodo kepada Tempo, Rabu, 20 Januari 2016.
Amien yang juga Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim ITS itu mengungkapkan, penurunan tanah di pinggir jalan arteri Porong tak terasa lantaran selalu diuruk. “Di luar tanggul, tanah bahkan menurun antara 0,5 meter hingga 1 meter.” Sedangkan tanah di tanggul cincin yang kini hilang, turun lebih dari 20 meter. Dulunya, tanggul cincin setinggi 21 meter dengan diameter 600 meter.
Penurunan tanah akibat semburan lumpur terjadi sekitar 1-2 sentimeter setiap bulan. Hal itu berdasarkan data yang pernah dipaparkan pakar geomatika yang juga meneliti sejak tahun 2006, Teguh Hariyanto di kantor Tempo biro Surabaya, Selasa 26 Mei 2015. Penurunan tanah akhirnya berdampak pada kemunculan gelembung-gelembung di sekitar area semburan. “Meski ada yang aktif, ada yang sudah mati.”
Sejak 2011, tanggul tambahan di utara bekas area semburan sumur Banjar Panji I milik Lapindo Brantas itu sudah seluas 82 hektare. Ketinggian tanggul di sana, kata Teguh, sudah mencapai 6 meter. “Ini artinya setiap tahun lumpur Lapindo memakan lahan baru sekitar 20 hektare.”
Tanggul pun selalu terancam jebol karena kontur yang rawan penurunan. “Karena di sekitarnya, kontur yang berwarna merah itu, adalah distribusi penurunan tanah,” ujar dia yang ditunjuk sebagai pemimpin kelompok pengukuran geomatika atau geodesi itu.
Teguh mengakui semburan lumpur kini tak sederas sebelumnya. Pada Juli 2006, volume semburan lumpur diperkirakan mencapai 43.000 m3/hari. Peningkatan sempat terjadi hingga 3,5 kali lipat pada September-Oktober 2006 yakni 152.000 m3/hari. “Sepanjang 2006-2011, BPLS mengatakan pihaknya bisa membuang lumpur 30 persen. Akibatnya, sekarang rata-rata volume kurang lebih 70.000 meter kubik.”
ARTIKA RACHMI FARMITA