TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer dari Universitas Indonesia, Connie Rahakundini, mengatakan teror di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, merupakan hal yang fatal sekaligus janggal. "Teror terjadi di kawasan ring 1," kata Connie dalam sebuah diskusi, Selasa, 19 Januari 2016.
Connie mempertanyakan keamanan di wilayah tersebut. Tak jauh dari Jalan Thamrin, ada kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan; Istana Presiden; Istana Wakil Presiden; Markas Komando Strategi TNI Angkatan Darat; dan sejumlah kementerian berkantor di kawasan tersebut.
Connie tak bisa membayangkan jika Presiden melaju di Jalan Thamrin kemudian ledakan bom terjadi. Menurut dia, kejanggalan juga terjadi saat Menteri Luar Negeri Retno Marsudi marah kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir. Retno marah karena Adel membatalkan pertemuan bisnis mereka yang dijadwalkan hari Kamis itu.
Ledakan bom di depan kedai kopi Starbucks dan pos polisi pusat perbelanjaan Sarinah tersebut berlangsung Kamis, 14 Januari 2016. Adel membatalkan tepat sehari sebelum teror terjadi. Menurut Connie, Menteri Luar Negeri seharusnya mencurigai pembatalan agenda tersebut.
Menteri Retno, kata Connie, mestinya menanyakan alasan pembatalan pertemuan. Apalagi sebelumnya Amerika Serikat dan Australia telah mengeluarkan travel warning. Indonesia seharusnya berbagi informasi dengan negara lain. "Non-blok bukan berarti menutup diri," ujarnya.
Kejanggalan lain terasa saat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme absen dari hiruk-pikuk teror. "Mengapa BNPT seolah senyap dan hilang dalam kasus ini?" tanya Connie. Dia menilai BNPT tidak menjalankan tugasnya sebagai koordinator penanganan terorisme.
Pandangan yang sama dikemukakan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane. Dia menyebutkan ada kejanggalan pada bom Thamrin. Di antaranya, pelaku teror sengaja memperlihatkan wajah dan tidak takut dengan berbagai alat elektronik seperti CCTV. "Mereka tidak takut dipertontonkan secara terbuka," tuturnya.
Ledakan bom di jantung Ibu Kota juga menjadi kecolongan polisi. Namun, kata Pane, bisa sebaliknya, kejadian ini dapat membuat naiknya citra polisi. "Kesigapan polisi dalam menangani teror bom banyak yang memuji," ucapnya.
Ia melihat ada beberapa tindakan, seperti kedatangan polisi yang cepat atau penanganan aksi itu, yang menjadi nilai tambah bagi polisi. Polisi yang mengklaim menembak mati pelaku teror juga bisa mengundang pujian.
Bom di Jalan Thamrin menewaskan delapan orang, empat di antaranya pelaku teror. Sedangkan korban luka sekitar 20 orang, lima di antaranya anggota Kepolisian RI. Mereka dirawat di berbagai rumah sakit di Jakarta. Ledakan bom yang disusul serangkaian tembakan itu berlangsung sekitar pukul 10.40.
MITRA TARIGAN | VINDRY FLORENTIN